Rangkaian Upacara Pada Saat Nyekah

Nyekah (atau disebut juga dengan Nyekar) adalah upacara yang bertujuan untuk memutuskan ikatan atma roh leluhur dari unsur Panca Maha Butha dan Panca Tan Matra dalam rangkaian dari upacara atma wedana dimana

  • nama sang pitra diganti dengan nama bunga, misal sandat, cempaka, jempiring, dan sebagainya (untuk sawa wanita),
  • sedangkan untuk sawa pria memakai nama kayu yaitu cendana, majagau, ketewel, damulir dan sebagainya, upacara tersebut diawali dengan :
  1. Ngulapin di Segara, mohon ijin Ida Bethara Baruna sebagai penguasa laut untuk melanjutkan upacara Pitra Yadnya.
  2. Ngajum Sekah dengan membuat simbol Panca Tan Matra dalam bentuk Puspa Lingga Sarira.
  3. Ngaskara Sekah yaitu mendak dan mensucikan Puspa Lingga Sarira tersebut.
  4. Narpana Sekah dengan menghaturkan sesajen yadnya kepada atmanyang sudah disucikan.
  5. Ngeseng atau mapralina sekah dilaksanakan dengan membakar Puspa Lingga sebagai simbol menghilangkan Panca Tan Matra dengan tujuan agar atma dapat dengan damai menuju khayangan / swah loka, tidak lagi terikat dengan keduniawian.
  6. Nganyut Sekah setelah dilakukan upacara mapralina sebagai kelanjutan dari membuang panca tan matra serta mensucikan atma dengan air sungai suci yang bermuara ke laut, sehingga laut dapat dipandang sebagai perwakilan ketujuh sungai sapta gangga tersebut.

Setelah Nyekah, ikatan atma sudah terbebas dari Panca Maha Butha dan panca tan matra, sehingga yang masih melekat dan dipertanggungjawabkan oleh atman ke hadapan Hyang Widhi adalah karma wasana, yaitu baik buruknya karma / perbuatan (Subha Karma dan Asubha Karma) sewaktu masih hidup.

Kondisi Karma Wasana inilah yang menentukan baik buruknya kehidupan dimasa yang akan datang setelah berinkarnasi yaitu samsara dengan lahir kembali sebagai manusia ke dunia ini.Beberapa istilah dan penggunaan sarana yadnya dalam nyekah ini disebutkan dalam beberapa daftar simbolisasi dan istilah – istilah ritual dalam upacara ngaben :

  • Sekah – Tunggal, pangawak atau perwujudan sarira orang yang diabenkan itu dalam wujud yang lebih halus. (Apabila sekah – tungggal itu berisi abu tulang sang mati, disebut sekah asti).
  • Penggunaan batang tebu berwarna hitam yang telah dikupas kulitnya untuk menghaluskan / nguyeg sekah (simbol orang yang diaben), bermakna
    • pembersihan / penyucian dan persembahan agar leluhur yang diupacarai (diaben) menjadi bersih/suci sehingga diharapankan dapat diterima di sisi Tuhan,
    • sedangkan bagi keluarga yang ditinggalkan agar diberi kekuatan lahir dan batin.

Sehingga dengan adanya tahapan dalam proses nyekah ini, di Bali khususnya bagi umat Hindu tidak ada lagi tradisi nyekar ke kuburan untuk menabur bunga bagi orang yang telah meninggal dunia. –sumber