Sejarah Pura Luhur Pucak Bukit Rangda

Dalam Lontar Purana Jagat Bangsul disebutkan nama-nama gunung yang ada di pulau Bali. Diantara gunung-gunung tersebut ada disebutkan nama Bukit Rangda. Setelah itu juga disebutkan Sang Hyang Pasupati yang bersabda, bahwa keberadaan pucak Bukit Rangda diberkati semoga menjadi Kahyangannya Hyang Ludra yang disembah atau disungsung oleh seluruh keturunan orang Bali sampai kelak kemudian hari.

Pura luhur pucak bukit rangda terletak di puncak bukit rangda, kata rangda dalam hal ini berarti hutan rangdu atau kepuh. Pura ini berada di perbatasan Desa Lalanglinggah bagian utara, dengan batas selatan Desa Mundeh, Kecamatan Selemadeg Barat, Kabupaten Tabanan. Di pura ini terdapat pohon kepuh yang besar, dan dikeramatkan oleh masyarakat karena diyakini memiliki kekuatan gaib yang melindungi masyarakat dari hal negatif yang bersifat niskala.

Pura ini di sungsung dan di empon oleh 3 ( tiga ) Desa Dinas yaitu : Mundeh Kauh, Lalang Linggah dan Selabih atau oleh 9 ( Sembilan Desa Pakraman ) yaitu Desa Pakraman Sura Berata, Yeh Bakung, Beja, Bangkiang Jaran, Bukit Tumpeng, Selabih, Penataran, Yeh Sibuh dan Desa Pakraman Antap Gawang.

Nama Bukit Rangda diambil dari kata buket dan rangdu. Buket bermakna tenget atau angker atau sakti tanpa tanding, rangdu sama dengan kepuh. Dinamai Bukit Rangda karena disana dulu ada pohon rangdu atau kepuh yang sangat angker atau tenget. Tentang mulainya dinamai Bukit rangda yaitu pada tahun saka 111 atau tahun 189 masehi.

Setelah tahun berganti tahun, kemudian pada tahun saka 1315 atau 1393 masehi disebutkan Dukuh Mayaspuri yg bertempat tinggal di gedong purwa. Beliau mempunyai putra-putri yg bernama I Mucaling, Ratu Ngurah Tangkeb Langit, I Ratu Wayan Teba, I Made Jelawung, I Nyoman Pengadangan, I Ketut Petung dan Ni Luh Rai Darani.

Kemudian suatu hari I Mucaling ketentraman penduduk desa Lalanglinggah dengan melakukan penestian dan peneluhan atau pengeliakan untuk menghancurkan kawasan tersebut. Namun perbuatannya tersebut diketahui oleh Rsi Markandya, kemudian beliau melakukan pemujaan untuk menciptakan air tirta mukjizat yg sangat ampuh. Kemudian percikan air tirta itu menyebabkan I Mucaling Kepanasan dan kebingungan kumudian tidak tahan tinggal di Bukit Rangda. Hal tersebut menyebabkan I Mucaling mengungsi ke Jungut Batu dan kemudian menetap di Dalem Peed Nusa Penida. Tetapi saudara-saudaranya masih berada disana, kemudian mereka memeluk kaki Sang Rsi dan memohon perlindungan dari beliau. Kemudian Rsi Markandya memberiakan titah agar mereka mengantikannya untuk mendirikan Kahyangan Bhatara, sebagai tempat bersthananya Bhatara Hyang Ludra. Kemudian dibangunlah Kahyangan atau pura disana, lalu diupacarai atau diplaspas. Selain itu juga diselenggarakan upacara Pratistha Lingga di Kahyangan tersebut pada tahun saka 1340 atau 1418 masehi dan pura itu dimanai Kahyangan Penataran Pucak Bukit Rangda atau Pura Luhur Pucak Bukit Rangda. –sumber