“Apakah saya normal?”, itu pertanyaan seorang klien di depan psikolog. Pertanyaan ini sangat menyentuh hati. Terutama karena di balik pertanyaan ini tersembunyi keraguan, ketakutan, kesedihan. Lebih dalam dari itu, ada penolakan diri di sana. Serangkaian penolakan yang bisa bertumbuh menjadi penderitaan dan penyakit.
Dalam kadar yang berbeda, semua manusia memiliki keraguan dan ketakutan jenis ini. Ia hasil cacian, makian, hinaan, kritik orang-orang selama puluhan tahun yang menumpuk di dalam. Jangankan di negara berkembang yang baru mengenal pendidikan, bahkan sahabat di Barat yang disentuh pendidikan jauh lebih dulu pun, hal-hal seperti ini juga terjadi.
Dalam bahasa sederhana, seseorang disebut normal kalau ia cocok dengan sebagian besar norma-norma masyarakat. Sejauh masyarakat mendukung pertumbuhan jiwa di dalam, judul normal seperti ini dibutuhkan. Sedihnya, tidak sedikit anggota masyarakat yang tidak cukup peka untuk mengerti, kalau kata-kata dan perbuatannya melukai jiwa orang lain. Sebagai akibatnya, judul normal dari orang lain bisa sangat melukai.
Pengalaman membimbing ribuan sahabat orang tua anak-anak berkebutuhan khusus membuka rahasia, sebagian anggota masyarakat tidak saja tidak peduli dengan luka jiwa orang tua anak-anak berkebutuhan khusus, tapi malah menambahkan luka jiwa yang baru, terutama melalui judul dosa, karma buruk, serta tidak normal.
Di tingkat pemahaman seperti inilah, manusia diundang untuk memikirkan ulang apa yang disebut normal. Sebagaimana terlihat di alam, setiap hal di alam memiliki fungsi dan kegunaannya masing-masing. Dengan cara yang sama, setiap aspek diri Anda – termasuk apa-apa yang disebut orang lain sebagai tidak normal – memiliki fungsi dan kegunaannya masing-masing.
Asal ia hadir di tempat dan waktu yang tepat, semua ada di sini untuk memperindah kehidupan. Kotoran sapi sebagai contoh, asal ia diletakkan di bawah pohon bunga, suatu hari ia akan menjadi bunga indah. Hal yang sama juga terjadi dengan semua hal yang disebut masyarakat sebagai “tidak normal”.
Di dunia spiritual mendalam sering terdengar, kekurangan, ketidaksempurnaan, ketidaknormalan bisa menjadi kunci pembuka menuju wilayah-wilayah misteri yang sangat rahasia. Tentu saja ada syaratnya. Ia akan menjadi kunci pembuka kalau seseorang belajar menerima ketidaksempurnaan apa adanya.
Fisikawan besar Stephen Hawkings adalah sebuah contoh indah. Nyaris seumur hidupnya beliau tumbuh di atas kursi roda dengan tubuh fisik yang pas-pasan, tapi karya-karyanya sangat dikagumi dunia. Wanita berhati sangat indah bernama Hellen Keller adalah contoh lain. Kendati beliau tidak bisa melihat, hidupnya bertutur secara sangat jujur kalau beliau sangat bahagia.
Mengetahui kalau YM Dalai Lama sudah kehilangan negerinya di umur 15 tahun, berjalan kaki ribuan kilo meter, hidup sangat sederhana di negeri orang, Larry King pernah bertanya pada YM Dalai Lama: “Apakah Anda bahagia?”. Dengan tersenyum pemenang hadiah nobel ini menjawab: “Tentu saja”. Mendengar jawaban seperti itu, Larry King bertanya balik apa yang dimaksud kebahagiaan oleh Guru spiritual Tibet ini. Lagi-lagi dengan muka tersenyum beliau menjawab: “Makan yang enak, tidur yang nyenyak”.
Belajar dari sini, satu-satunya hal yang salah dalam hidup kalau seseorang pernah memikirkan bahwa dirinya salah. Mengulangi cerita di atas, setiap ketidaksempurnaan memiliki fungsi dan guna masing-masing di alam ini. Dalam bahasa yang ringkas namun padat, Anda sepenuhnya bisa diterima apa adanya. Dan orang pertama yang mesti melakukannya untuk diri Anda sendiri adalah diri Anda sendiri. Inilah benih kesembuhan yang sangat meyakinkan. Sekaligus inilah bunga yang mekar indah di dalam.
Penulis: Guruji Gede Prama.
Photo: Twitter Lotus_Tweet.