SULUH BALI – Setiap datangnya hari suci Galungan yang jatuh setiap enam bulan sekali selalu diidentikkan dengan nampah atau memotong babi.
Babi merupakan salah satu hewan yang dipersembahkan dalam pelaksanaan Galungan. Bahkan disaat Galungan tiba masyarakat Hindu Bali selalu mentradisikan mepatung (patungan) untuk membeli daging babi dalam membuat persembahan yadnya.
Daging babi juga merupakan bahan dasar utama dalam pengolahan lawar maupun sate serta semua jenis makanan yang akan dipersembahkan dalam upacara Galungan maupun untuk dinikmati bersama keluarga.
Hewan berkaki empat yang tidak asing lagi ini selalu tidak dapat terpisah oleh upacara yadnya di Bali termasuk pula di dalamnya hari suci Galungan.
Sehingga setiap pelaksanaan Galungan segala bentuk persembahan atau sajian makanan selalu menggunakan bahan dasar daging babi.
Lalu apa sebenarnya yang menyebabkan daging babi selalu ada dalam sehari menjelang pelaksanaan hari suci Galungan di Bali?.
Kadek Satria, S.Ag, M.Pd.H menjelaskan bahwa daging babi adalah sebuah simbol dari persembahan kepada Dewi Durga sebagai penguasa tantra bhairawa.
“Salah satu hewan yang dipotong saat penampahan Galungan adalah babi. Kenapa? Karena Galungan sesungguhnya adalah pemujaan kepada Dewi Durga,” terangnya.
Babi ini adalah simbol pemujaan bagi pemuja Durga Bhairawa karena selalu identik dengan persembahan yang berkaitan dengan paham tantrayana
“Karena pemujaan Durga selalu identik dengan persembahan hewan salah satunya adalah babi,” jelasnya.
Sementara bagi paham Siwa Sidantha dengan konsep Tantrayana sendiri sangat erat kaitannya dengan daging babi.
Seperti misalnya dalam bebanten yang terbuat dari daging babi dalam bentuk bebanten Gelar Sanga, Bebangkit berisi guling babi, Sate Renteng yang berbentuk senjata Dewata Nawa Sanga yang semuanya berbahan dasar daging babi.
Bebanten yang berbahan dasar daging babi ini semua ditunjukan kepada Bhatari Durga, baik dalam upacara apapun yang menggunakan bebanten ini sebagai persembahannya. (SB-Skb) –sumber