BALI EXPRESS, DENPASAR – Dalam kitab suci Weda perkawinan adalah terbentuknya sebuah keluarga yang berlangsung sekali dalam hidup manusia. Ida Pandita Mpu Jaya Acharya Nanda menjelaskan,makna perkawinan juga tertulis jelas dalam Manawa Dharmasastra IX. Yang berbunyi:
“Anyonyasyawaya bhicaro ghaweamarnantikah
Esa dharmah samasenajneyah Stripumsayoh parah”
Artinya:
“Hendaknya hubungan yang setia berlangsung sampai mati, Hal itu harus dianggap sebagai hukum tertinggi sebagai suami istri”
Perkawinan dalam Agama Hindu dianggap suci dan sakral. Lantas perkawinan seperti apa yang dianggap ideal dalam ajaran Agama Hindu? Dalam Kitab Manawa Dharmasastra III disebutkan ada empat bentuk perkawinan yang dapat dikatagorikan ideal yaitu:
· Brahma Wiwaha : adalah bentuk perkawinan yang dilakukan dengan memberikan seorang wanita kepada laki – laki yang berkelakuan baik dan dapat mengerti ajaran Weda.
· Daiwa Wiwaha : adalah bentuk perkawinan yang dilakukan dengan menikahkan anak perempuannya dengan seorang pendeta yang biasa memimpin upacara keagamaan.
· Prajapatya Wiwaha : adalah bentuk perkawinan yang menyerahkan seorang putri dengan didahului restu dari sang ayah. Sang ayah biasanya memberikan restu, doa dan wejangan kepada kedua mempelai dan mengucapkan “Semoga kalian berdua dapat melaksanakan dharma dalam menjalani hidup”.
· Gandharva Wiwaha : Adalah bentuk perkawinan yang dilaksanakan berdasarkan cinta sama cinta. Dimana pihak orang tua hanya mengetahui dan merestui dan tidak ikut campur dalam pernikahan tersebut.
“Tentu pada kenyataannya yang saat ini sering terjadi adalah Perkawinan Gandharva. Perkawinan yang terjadi karena sama sama cinta. Sudah jarang orang tua mau melakukan perjodohan kepada anaknya. Bahkan anak muda sekarang relatif lebih berani. Buktinya banyak yang isi duluan saking sama sama cintanya,” sindirnya.
(bx/tya/adi/yes/JPR) –sumber