Nusa Penida memiliki daya tarik tersendiri adalah Pura Ratu Gede. Pura ini dipercaya sebagai tempat berstananya Ratu Gede Mas Mecaling, seorang raja yang pernah memimpin bumi Nusa Penida, Klungkung, Bali. Menurut Jero Mangku Made Septarawan, Ida Bhatara Ratu Gede Mas Mecaling memiliki nama lain yakni Ratu Bhatara Gede Sakti.
Jika orang-orang menyebutnya seperti hal itu merupakan daya tangkap rasa pemedek tersebut. “Banyak orang yang menyebutkan Ida Bhatara Ratu Gede Mas Mecaling. Kita tidak bisa salahkan juga, kan sah-sah saja dalam hal penamaan,” kataJero Mangku Made Septarawan seperti dilansir balitribunnews.com.
Selebihnya Jero Mangku tersebut tidak berkenan menjelaskan tentang siapa Ida Bhatara Ratu Gede Mas Mecaling tersebut. Sebab, ada purana Pura Penataran Pedyang dapat dijadikan referensi. Berdasarkan Purana Pura Penataran Ped dikisahkan keberadaan Pura Panataran Ped yang dulunya disebut Pura Dalem Nusa, merupakan tempat I Gede Mecaling melaksanakan tapa brata. Di sana I Gede Mecaling memuja Ida Bhatara Siwa memohon untuk menunggalkan bayu, sabdha dan idepnya. Turunlah Hyang Bhatara disertai dengan angin kencang, kilat dan petir. Saat itulah I Gede Mecaling dianugerahi oleh Bhatara Siwa berupa ajian Kandhasanga.
Tiba-tiba rupa I Gede Mecaling berubah. Badannya bertambah besar nan tinggi, kulitnya berwarna hitam, raut wajahnya menyeramkan. Taringnya bertambah tajam dan panjang. Suaranya pun menggetarkan dunia. Kemudian diutuslah Bhatara Indra untuk menaklukkan I Gede Mecaling, akhirnya taringnya dipotong oleh Ida Bhatara Indra. Kemudian I Gede Mecaling kembali melakukan tapa yoga di Ped memuja Ida Bhatara Ludra. Karena ketekunannya, ia pun dianugerahi Panca Taksu oleh Ida Bhatara Ludra.
Kelima taksu tersebut ialah taksu kesakten (kesaktian), taksu balyan (dukun), taksu pangeger (guna-guna yang membuat orang mabuk cinta), taksu panulak grubug (penolak wabah penyakit), taksu anggawe bragala kamaranan (membuat para buta kala tersenyum sendiri dan lupa diri). Setelah mendapatkan penganugerahan dari Ida Bhatara Ludra, I Gede Mecaling menjadi penguasa di Pulau Nusa Penida diiringi oleh sejumlah wong samar.
Mulai saat itu beliau bergelar sebagai Papak Poleng. Dalam hidupnya, I Gede Mecaling tak berhenti melakukan tapa yoga, dan menjelma bagaikan seorang dewa yang bergelar Ida Bhatara Ratu Mas. Kemudian, di tempat beliau, dibangun pura yang disebut sebagai Pura Penataran Ped dan merupakan salah satu pura Sad Kahyangan yang ada di wilayah Nusa Penida.
Pura ini sebagai tempat pemuliaan Ida Bhatara Ratu Mas dan Ratu Gede. Disebutkan, sekarang Ida Bhatara yang berstana di Pura Ratu Gede bergelar Ida Bhatara Ratu Gede dan yang berstana di Pura Penatraan Ped beliau bergelar Ida Bhatara Ratu Mas. Ida Bhatara Ratu Gede merupakan wujud Purusa dan Ida Bhatari Ratu Mas merupakan wujud Pradhana. Ida Bhatara Ratu Gede yang berstana di Pura Ratu Gede dan Ida Bhatara Ratu Mas yang melinggih di Pura Penataran Ped.
Diyakini memiliki sifat angker, maha dahsyat, sakti, juga pemurah, pengasih, serta maha adil dan bijaksana. Beliau memiliki 108 berupa ancangan wong samar yang bersemayam di area sekitar pura. Sewaktu-waktu para wong samar ini dapat menyebarkan wabah panyakit. Untuk itu, ada beberapa jenis upacara dan persembahan untuk menanggulangi wabah penyakit tersebut. Mulai sasih kapat saat anggara kasih pengempon banjar adat hadir untuk melakukan kegiatan Ngeduk Taman di Pura Taman. Tabuh Rah berupa perang Sata untuk menangkal penyebaran penyakit oleh para wong samar.
Di samping melakukan upacara tabuh rah, secara rutin tiap kajeng kliwon, mulai sasih kanem sampai sasih kaulu juga dilaksanakan upacara caru berupa bol celeng yang dipersembahkan kepada bala ancangan Bhatara Ratu Gede. Serta mundut Ida tapakan berupa Ratu Gede, Ratu Mas berupa Barong ada juga berupa saselohan yang dianggap sakral, semisal kesenian gandrung, sanghyang dedari, dan lain sebagainya. Dan, mohon tirta pakuluh Ida Bhatara untuk dilinggihkan bersamaan ngadegang Ida Tapakan masing-masing perempatan banjarnya.
Adapun yang perlu diingat jika pemedek bersembahyang ke Pura Penataran Pedyakni tidak diperbolehkan kencing berdiri di sekitaran area pura, tidak boleh menggunakan bunga pucuk di dekat pura, tidak boleh menggunakan saput poleng, dan tidak boleh menyanyikan gending janger. —sumber