Om Swastiastu, Saat ini kita sering melihat rumah yang di dalam pekarangannya itu terdapat patung Dewa Ganesha menghadap keluar dari pintu gerbang dari sebuah rumah. Patung yang ada di rumah itu sudah pasti patung Ganesha yang sudah diupacarai secara Hindu oleh orang yang menaruh patung Dewa Ganesha itu dirumahnya.
Tidak sembarangan bisa menaruh patung Dewa Ganesha di pekarangan rumah, karena patung ini seperti layaknya sanggah bagi umat Hindu, jika sudah didirikan maka harus di upacarai dan juga diberikan sesajen atau disembah setiap hari layaknya sanggah yang kita punya di rumah.
Jika menaruh patung Dewa Ganesha pada pekarangan rumah namun tidak diupacarai tapi selalu dihaturkan banten setiap hari, maka patung itu bukan lagi sebagai Dewa Ganesha malahan patung itu akan menjadi tempatnya para Butha Kala. Oleh sebab itu kita harus tahu penempatan patung Dewa Ganesha itu hanya untuk patung pajangan atau memang untuk dipuja setiap hari.
Dewa Ganesha atau sering juga disebut dengan Ganapati atau Winayaka ini merupakan Dewa yang perwujudannya campuran antara hewan gajah dan manusia. Seperti diketahui kalau Ganesha ini merupakan Dewa yang memiliki kepala gajah dan bertubuh manusia.
Dewa Ganesha ini merupakan putra dari Dewa Siwa dan Ibunya adalah Dewi Parwati yang merupakan bentuk lain dari Dewi Durga. Dewa Ganesha ini sangat disayang oleh Ibunya, oleh sebab itu Dewa Ganesha ini selalu dimanja oleh Ibunya.
Seperti kita ketahui kalau Dewa Ganesha itu memiliki tubuh yang gemuk dan dengan kepala gajah, nah meskipun demikian sebenarnya ada beberapa filosofi yang bsai kita petik dari bentuk Dewa Ganesha yang gendut itu. Nah berikut adalah beberapa filosofi yang ada pada Dewa Ganesha.
Pertama kita mulai dari bagian kepala yang terdiri dari beberapa bagian.
Kepala besar melambangkan kita sebagai manusia seharusnya lebih banyak menggunakan akal daripada fisik dalam memecahkan masalah.
Mata yang sipit berarti konsentrasi. Pikiran harus diarahkan ke hal-hal positif untuk memperbaiki daya nalar dan pengetahuan.
Dua telinga besar yang mengajarkan supaya kita mendengarkan orang lain lebih banyak. Kita selalu mendengar, tetapi jarang sekali kita mendengarkan orang lain dengan baik: “Dengarkan ucapan-ucapan yang membersihkan jiwa dan seraplah pengetahuan dengan telingamu.”
Satu gading yang patah untuk menggurat Kitab Suci di atas daun tal. Satu gading berarti kesatuan. Simbol ini menyarankan manusia hendaknya bersatu untuk satu tujuan mulia & suci.
Memiliki mulut yang kecil dan hampir tidak kelihatan karena tertutup belalainya yang dengan rakus ”menghirup rasa” manisan susu ilmu di tangannya. Mulut yang kecil itu mengajarkan agar kita mengontrol gerak mulut dan lidah. Maksudnya adalah bahwa kita harus mengurangi pembicaraan yang tidak-tidak.
Sementara belalai yang menjulur melambangkan efisiensi dan adaptasi yang tinggi.
Beralih ke badan Ganesha yang besar, hal pertama yang kita lihat pastilah perutnya, karena perut itu memang buncit. Ganesha memang selalu dimanja oleh ibu Parvati, istri Siva sebagai anak kesayangan.
Perut buncit melambangkan keseimbangan dalam menerima baik-buruknya gejolak dunia. Dunia diliputi oleh sesuatu yang berpasangan, yakni pasangan dua hal yang bertolak belakang. Ada senang, ada pula sedih. Ada siang, ada pula malam. Ada wajah suram kesedihan di balik tawa riang kita. Dan sebaliknya, ada keriangan dan semangat dibalik kesenduan kita. Itulah hidup, dan kita harus menyadarinya.
Tangan kanan depan bersikap abhaya hasta (memberi berkat) kepada pemuja, umat manusia. Selain itu Beliau juga memberkati dan melindunginya dari segala rintangan dalam usaha pencapaian Tuhan.
Tangan kanan belakang memegang kapak, dengan kapak itu beliau memotong keterikatan para bhaktanya dari keterikatan duniawi.
Tangan kiri belakang memegang tali dan dengan tali beliau menarik mereka untuk semakin dekat dengan kebenaran, kebajikan, dan cinta kasih serta intelektualitas, kemudian pada akhirnya beliau mengikatnya untuk mencapai tujuan umat tertinggi.
Tangan kiri depan membawa modaka (manisan) dipegang oleh Dewa Ganesha perlambang pahala dari kebahagiaan yang beliau berikan kepada pemuja-Nya.
Terakhir, ada seekor tikus yang selalu berada di dekat Ganesha. Tikus, seperti sifat hewan aslinya, adalah hewan yang penuh nafsu menggigit. Hewan pengerat ini memakan apa saja untuk memenuhi hasrat perutnya.
Demikianlah tikus dijadikan lambang nafsu dalam figur Ganesha. Lalu mengapa tikus itu menjadi tunggangan Ganesha yang berbadan berat & tinggi ini? Jawabannya sangat sederhana, tikus yang diibaratkan sebagai nafsu harus ditundukkan. Kita harus bisa menjadikan nafsu sebagai kendaraan sehingga kita dapat mengendalikan nafsu.
Namun saat ini justru sebaliknya banyak manusia kini menjadi kendaraan dari nafsunya sendiri. Banyak dari mereka yang tidak bisa mengendalikan nafsunya sendiri sehingga mereka terkadang dibuat susah oleh nafsunya sendiri. Nah itulah sedikit penjelasan dari filosofi Dewa Ganesha, semoga bermanfaat dalam kehidupan ini.
Jadi kesimpulnnya adalah, jika sudah berani melinggihkan patung Dewa Ganesha di pekarangan rumah dan juga sudah diupacari, maka kita sudah pasti harus bisa mengendalikan segala bentuk keterikatan kita dari keduniawian dan selalu berjalan pada jalan yang benar dengan selalu berbuat baik dan pastinya tidak merugikan diri sendiri dan juga orang lain dan bisa mendapat pahala yang baik dari setiap persembahan yang kita lalukan.
Om Santhi,Santhi,Santhi Om – sumber