Kata “Taksu” adalah kata bahasa Bali (bukan Sanskerta atau Jawa Kuno atau Kawi) yang berarti kekuatan bathin atau kekuatan spiritual. Kekuatan di dalam diri yang memancarkan pesona, daya pukau, wibawa dan sekaligus karisma (Suhardana, 2011:157).
Palinggih Taksu adalah palinggih dari Dewi Saraswati, sakti (kekuatan) Dewa Brahma dengan bhiseka Hyang Taksu yang memiliki fungsi memberikan kekuatan spiritual atau daya magic yang menyebabkan keberhasilan semua pekerjaan dan memelihara semangat dan gairah hidup yang penuh dengan godaan (Winanti, 2009:31). Adapun bentuk Palinggih Taksu dibedakan menjadi tiga bentuk yaitu :
- Taksu Tenggeng
Taksu ini dibagi menjadi tiga bagian yaitu bagian bawah disebut Bataran, diatas bataran menggunakan sebuah tiang yang menyangga semua ruangan atau rong lengkap dengan atapnya. Dengan demikian, Taksu Tenggeng adalah palinggih yang bagian bawahnya merupakan bataran, di tengahnya sebuah tiang dan bagian atasnya sebuah ruangan yang beratap.
- Taksu Nyangkil
Bentuknya hampir sama dengan Taksu Tenggeng. Hanya saja ruangannya terdiri dari dua ruangan (rong). Bagian bawah disebut bataran, bagian tengah disebut tiang (saka) bagian atas dua buah rong yang menyangga atap.
- Taksu Agung
Bentuk bangunan Taksu Agung terdiri dari bataran di bagian bawah, di bagian tengah adalah badan bangunan, di atasnya merupakan sebuah ruangan disangga oleh sepasang Saka Anda ditutupi oleh atap bangunan. Penggunaan masing-masing palinggih Taksu ini tergantung dari latar belakang sejarah dari keluarga yang memiliki merajan tersebut. Meskipun berbeda-beda bentuknya, fungsi Taksu ini adalah sama.
Busana untuk Palinggih Taksu adalah Putih Poleng.
Untuk upakara atau banten yang dipersembahkan untuk Pelinggih Taksu adalah Ajuman (1) dan Canang Sari (1). Dalam konsep penyatuan sivasiddhanta adalah ada kemiripan fungsi pelinggih Taksu dengan Ista Dewata dari sekta Sakta di India, sekte yang memuja aspek feminim Tuhan (Sakti/kekuatan) (Gunawan, 2012:21). —sumber