Seringkali sebagai umat Hindu kita mendapat lontaran pertanyaan – pertanyaan dari umat lain terkait seputar Agama Hindu. Salah satu pertanyaan krusial yang sering muncul adalah mengapa ritual Hindu Indonesia berbeda dengan Hindu India ? Padahal keberadaaan Agama Hindu di Indonesia diyakini berasal dari Lembah Sindhu India. Namun dalam implementasi ritual keagamaan Hindu di Indonesia tiada keseragaman dengan ritual Hindu di India.
Dari berbagai tayangan serial Mahabharata, Ramayana dan film serial lain bernafaskan Hindu India yang booming di TV Nasional Indonesia memperlihatkan perbedaan yang sangat kentara dengan Hindu di Indonesia. Bahkan diakui atau tidak, terlihat sedikit sekali orang India yang beragama Hindu bergabung bersama dalam ritual keagamaan dengan umat Hindu Indonesia.
Sebagaimana diketahui bersama bahwa Hindu berasal dari lembah sungai Sindhu yang nama sesungguhnya “Sanatanadharma”. Memang agak kesulitan orang memahami Hindu tanpa hadirnya seorang pembimbing. Ibaratnya kita masuk ke hutan belantara. Ketika dari jauh hutan tersebut sangat jelas batas – batasnya, namun ketika kita masuki semakin dalam maka akan semakin sulit kita memahami hutan itu sendiri. Itulah yang terjadi bilamana kita mempelajaari Hindu tanpa adanya pemandu.
Setidaknya ada 5 hal yang menyebabkan kesulitan memahami Hindu itu bisa terjadi, yaitu :
1. Perbedaan
Hindu diturunkan mengawali sebagai panutan spiritual dengan keluwesannya menembus ruang dan waktu di dunia ini. Dengan bergulirnya melalui berbagai adat dan tradisi yang beragam di dunia ini, sehingga ketika muncul di antara yang satu dengan yang lainnya membawa perbedaan. Karena luasnya cakupan ibarat hutan, gunung dan samudra oleh karenanya ada banyak beragama filsafat yang berkembang di Hindu. Namun sebenarnya semua itu berasal dari sumber yang sama yaitu Weda. Sedangkan Dewa – dewi yang dijadikan sebagai sentra ritual, ide maupun tujuan serta sikap dan implementasinya ibarat sinar matahari dengan pancaran jutaan warna yang terkandung di dalamnya, namun dalam sumber yang sama.
2. Konsep Yang Unik
Kitab Hindu menggunakan Bahasa Sansekerta saat ini tidak lagi dipergunakan sebagai bahasa pergaulan sehari – hari dalam masyarakat. Oleh karenanya menjadi kesulitan tersendiri dalam menerjemahkan dengan istilah yang ada dalam Hindu seperti contohnya Brahman, maya, guna, prakerti dan lain sebagainya. Disisi lain karena rasionalitas dan mobilitas bangsa dikuasai oleh orang barat, maka menjadi wajar ketika semua istilah – istilah Hindu akan teranalogikan dengan khasanah ritual orang barat. Contoh misalnya istilah “yadnya”. Istilah ini bisa ditafsirkan sebagai pengorbanan, yang mengandung makna harus ada yang dikorbankan. Ada tafsir lain seperti persembahan, fungsi keseimbangan dan lain – lain.
3. Penuh Simbol
Hindu mengenal banyak sekali simbol – simbol. Transformasi nilai segala wewarah suci dalam Hindu sebagian besar melalui media simbol. Untuk itu dalam penafsirannya memerlukan ketenangan, kontemplasi, kecerdasan dan kejelian di dalam memahami koneksitas antara simbol dengan yang disimbolkan. Penerjemahan nilai untuk membuka simbol ini beragam berdasarkan pada keilmuan, situasi, kondisi, geografis serta adat yang melingkungi dan intensitas penghayatan pengamalan agama Hindu.
4. Kitab Suci
Suatu panutan spiritual menurut pemikiran barat harus memiliki kitab suci. Untuk kitab suci dalam agama Hindu akan menjadi hal yang kompleks. Sruti sebagai kitab suci Hindu diterima oleh Sapta Maharsi (Atri, Brighu, Baratwaja, Kanwa, Wasista, Warmadewa, Wismamitra). Adapun interval antara Maharshi yang satu dengan lainnya jaraknya berabad – abad. Dan tidak hanya itu lebih parahnya pada masa itu belum ada bahasa tulis. Sehingga wahyu yang diterima dari satu Maharshi dengan yang lainnya hanya mengandalkan daya ingat. Namun demikian setelah ditelisik oleh Maharsi Wiyasa ternyata kesemuanya itu memiliki benang merah sehingga mudah diinventarisir yang selanjutnya dikodivikasikan menjadi Catur Weda. Oleh karenanya memahami Hindu mesti utuh tidak bisa sepotong – sepotong. Sekali lagi jika hal ini dianaalogikan ala mereka atau diukur dengan alat ukur orang barat , Hindu sangatlah berbeda.
5. Mitologi
Hindu memiliki sangat banyak mitologi yang berkembang didalam menerjemahkan nilai – nilai yang terkandung dalam Weda. Dengan adanya banyak kelompok spiritual tentunya akan memperbanyak pula mitologi yang diselaraskan dengan penekanan nilai yang dipahami masing – masing kelompok. Kondisi ini bisa dilihat antara itihasa, purana dan tafsir yang dikembangkannya seolah mempunyai perbedaan. Namun jika dicermati dengan jeli sesungguhnya perbedaan tersebut hanya pada tataran proses, karena konsep dan tujuan tidaklah berbeda. Hal inilah yang seringkali menjadi kesulitan tersendiri dalam memahami nilai dalam Hindu itu sendiri.
Menyikapi perbedaan yang ada dalam tata ritual antara Hindu Indonesia dengan di India memerlukan sikap yang arif, ketenangan, kejernihan pemikiran, kontemplasi dan lain sebagainya. Hindu yang disebutkan sebagai Sanatanadharma adalah sebuah universalitas yang langgeng menjangkau masa lampau, masa kini dan masa depan tidaklah mungkin bisa ditampung oleh orientasi manusia yang sangat – sangat terbatas. Ibarat air samudra tidaklah dapat diwadahi dalam tempat – tempat tertentu.
itulah sebabnya kita hanya mengambil dan memanfaatkan yang sebatas yang kita perlukan sebagaimana tertuang dalam konsep petunjuk para Wiku ” Ekam Sat Wiprah Bahudha Wadhanti”.
Dalam penghayatan dan pengamalan Hindu memiliki ruang yang sangat luas dalam demokrasi didalam ritualnya. Oleh karenanya tidak secara serta merta dapat diseragamkan. Butuh kesadaran toleransi akan atmanastuti dari satu kelompok dengan kelompok lainnya. Satu pinsip yang harus dipegang bahwa dalam objektivitas Hindu memang sangat – sangat luas universal (Sanatanadharma). Tetapi secara subjektivitas karena keterbatasan durasi waktu hidup kita, maka kita harus cerdas menyikapi dan memilih jalan yang kita yakini sepenuhnya bahwa hanya Dharma – lah yang dapat membimbing, menuntun dan mengantarkan atman kita menuju dari mana kita berasal. –sumber