Ngelungah adalah upacara atiwa – tiwa bagi anak-anak yang berumur di atas tiga bulan dan belum tanggal giginya, bila meninggal dunia maka diaben dengan upacara ngaben Ngelungah ini. Kalau bagi anak yang belum berumur tiga bulan, bila meninggal almarhumhanya dikubur saja. Namun, anak yang berumur diatas tiga bulan dan sudah tanggal giginya almarhum diaben seperti orang dewasa demikian disebutkan ngelungah ini dalam sumber kutipan konsep panca yadnya dan filosofi nilai dalam kelangsungan hidup menurut umat hindu yang tata cara dari ngelungah ini disebutkan sebagai berikut :
- Mempermaklumkan ke Pura Dalem, dengan upacara: canang meraka, daksina, ketipat kelanan, telor bekasem dan segehan putih kuning.
- Memaklumkan ke Mraja Pati dengan upacara: canang, ketupat, daksina dan peras.
- Mempermaklumkan pada sedahan Setra, dengan upacara: canang meraka dan ketipat kelanan.
- Permaklumkan pada bangbang rare, dengan upacara : sorohan, pengambian, pengulapan, peras daksina, klungah nyuh yang disurat Omkara.
- Banten pada roh / atman bayi, seperti: bunga pudak, bangsah pinang, karaseb sari, punjang dan banten bajang.
- Tirta pangrampuh atau pengrapuh yang dimohon di Pura Dalem dan Mraja Pati. Semua tetandingan banten itu tempatkan di gegunduk bangbang, pemimpin upacara yaitu sulinggih memohon pada bhatara/bhatari agar roh bayi cepat kembali menjadi suci. Bila selesai memercikkan tirta, banten ditimbun dan bangbang diratakan kembali.
Menurut Almarhum Ida Pedanda Gede Made Gunung, jawaban belia tentang upacara bayi meninggal adalah : Dalam agama hindu, upacara untuk bayi meninggal dilakukan berbeda dengan upacara pada orang dewasa yang sudah meninggal. Dalam lontar Yama Tatwa disebutkan bahwa bayi yang sudah lahir namun meninggal sebelum mencapai umur 42 hari, haruslah dikubur pada saat itu juga tanpa memerlukan dewasa khusus. Selanjutnya jika pada orang dewasa yang meninggal dilakukan upacara ngaben, maka pada bayi yang meninggal sebelum usia 42 hari tersebut tidak diaben, hanya melakukan upacara nyapuh gumukan.
Sedangkan jika bayi yang meninggal sudah berusia diatas 42 hari namun belum meketus / tanggal gigi, maka dilakukan upacara Ngelungah. Ngelungah disebut juga Ngasturi yaitu rangkaian upacara ngaben dan memukur yang dijadikan satu kesatuan, sehingga jika sudah ngelungah tidak perlu lagi upacara memukur karena pada saat ngelungah sudah menggunakan don bingin. Jika ada anak kecil yang meninggal dan sudah pernah meketus / tanggal gigi, maka pada anak tersebut dilakukan upacara ngaben dan memukur sama seperti orang dewasa.
Jika ada ibu – ibu yang keguguran dan sudah berupa janin, maka janin tersebut haruslah dikubur pada saat itu juga. Tidak diperbolehkan menginapkan mayat janin atau bayi di rumah. Penguburan tersebut dilakukan tanpa memerlukan dewasa dan tanpa membunyikan kulkul banjar, atau disitilahkan ngemaling dan tidak memerlukan upakara khusus, cukup dengan canang sari saja. Sedangkan bagi orang tua yang bayinya meninggal berlaku cuntaka yang berbeda, untuk sang ibu cuntaka selama 42 hari dan si bapak selama 12 hari. —sumber