Seorang sahabat psikolog di Barat bertanya kepada banyak orang yang pernah mendengarkan orang lain berkeluh kesah. Hasilnya sangat menyentuh hati. Delapan puluh persen responden menyebutkan kalau mereka tidak peduli. Dua puluh persen sisanya menyebutkan kalau mereka senang mengetahui bahwa orang lain lebih menderita dibandingkan diri mereka. Kalau di Barat yang mengenal peradaban jauh lebih dulu, mereka jauh lebih kaya secara materi keadaannya semenyedihkan itu, apa yang terjadi di negara-pnegara berkembang yang belum disentuh sekolah, di sana-sini kehidupan penuh masalah? Sebagaimana dikenal luas dalam filosofi Timur, selalu ada dua sisi dari mata uang kehidupan yang sama. Kecenderungan peradaban seperti ini, di satu sisi memang menyedihkan. Tapi di lain sisi ia menghadirkan sebuah undangan untuk mulai menanam pohon sejuk di dalam diri. Tanpa ketekunan untuk menanam pohon sejuk di dalam diri, persoalan waktu seseorang akan merasa kering dan gersang. Masa tua akan diikuti oleh banyak sekali masalah dan musibah. Memaafkan masa lalu adalah sebuah benih penting dalam hal ini. Untuk diendapkan dalam-dalam, bahkan orang suci pun memiliki masa lalu yang kelabu. Sebagai anak-anak dan remaja, kita semua melakukan kesalahan. Kuantitas dan kualitas kesalahannya saja yang berbeda. Namun, kesalahan ini akan berubah menjadi benih-benih pertumbuhan kalau seseorang berkonsentrasi pada pelajaran-pelajaran yang dihasikan masa lalu, bukan hukumannya. Lebih bagus lagi kalau bisa menggunakan kesalahan di masa lalu sebagai bahan untuk membimbing generasi baru agar tidak melakukan kesalahan yang sama. Benih yang dihasilkan akan sangat sehat sekaligus kuat. Dan sesehat serta sekuat apa pun sebuah benih, ia memerlukan lingkungan tempat bertumbuh yang mendukung. Oleh karena itu, penting sekali mengelilingi diri dengan orang-orang yang bisa melihat setitik cahaya dalam diri Anda. Ciri orang-orang seperti ini sederhana. Mereka tidak bersaing secara berlebihan, mereka jarang mengkritik, bibir dan lidahnya jarang menggunakan kata-kata pedas. Lebih bagus lagi kalau mereka bisa saling menghormati di tengah perbedaan-perbedaan yang ada. Setelah yakin benihnya ditanam di lahan yang subur, ingat juga menyiraminya setiap hari. Intinya sederhana, selalu sempatkan melakukan sesuatu yang membuat jiwa bahagia. Yang suka membaca silahkan membaca, yang suka olah raga silahkan olah raga, yang suka bertaman silahkan bertaman, yang suka meditasi atau yoga silahkan melakukan meditasi dan yoga. Tanda-tanda kalau benihnya sudah tersirami secara cukup, bertumbuh secara sehat, ada sejumlah daun kejiwaan yang mulai muncul di dalam. Kualitas tidur membaik, sekaligus mengalami sangat sedikit mimpi buruk. Tubuh fisik tidak memberikan tanda-tanda berbahaya dengan penyakitnya. Lingkungan sekitar merasa nyaman dengan kehadiran kita. Emosi semakin terkendali dari hari ke hari. Itu sebagian tanda-tanda kalau pohon di dalam tumbuh sehat. Siapa saja yang tekun merawat pohon di dalam diri seperti ini, suatu hari ia akan berbunga. Cirinya sederhana, Anda bisa berbahagia melihat orang lain bahagia. Anda menemukan kebahagiaan mendalam dengan cara membuat orang-orang sekitar bahagia. Setidak-tidaknya, Anda tidak tertarik untuk melukai balik orang-orang yang melukai. Jika itu terjadi, setiap langkah keseharian menjadi langkah indah untuk pulang ke rumah jiwa. Meminjam salah satu warisan pendiri bela diri Aikido Morihei Ueshiba, ada banyak jalan menuju puncak gunung Fuji. Tapi hanya ada satu puncak yakni cinta kasih. Sesampai di sini, seseorang tidak saja tidak terlalu lapar dengan pengakuan orang lain. Sebaliknya, bisa menjadi pohon penyejuk bagi orang-orang sekitar. Selamat datang di rumah jiwa-jiwa yang indah. Author: Gede Prama. sumber