Sehari setelah perayaan hari suci Tumpek Landep tepatnya Redite (Minggu) Umanis Ukir adalah Piodalan Bhatara Guru yang berstana di Sanggah Kemulan. Dirayakan setiap 210 hari atau enam bulan sekali, Bhatara Guru adalah menifestasi Hyang Widhi Wasa yang memberikan tuntunan pada keturunannya.
Sarana upakara berupa :
Pengambyan 1, sedah ingapon atau sirih diberi kapur sebanyak 25 lembar, kewangen 8 buah. Upakara ini dapat di tambahi lagi, sesuaikan dengan desa, kala, dan patra.
Mengapa di Kemulan? dalam Sastra Hindu disebutkan sebagai berikut :
“Ring Kamulan ngaran Ida Sang Hyang Atma, ring Kamulan tengen bapa ngaran paratma,ring Kamulan kiwa ibu ngaran Sang Hyang Siwatma,ring Kamulan tengah ngaran raganta, metu Brahmadadi meme bapa meraga Sang Hyang Tuduh. (Dipetik dari Lontar Usana Dewa)”
Maksudnya:
Di Kamulan disebutkan Sang Hyang Atma, di ruang kanan Pelinggih Kamulan adalah bapa disebut Sang Hyang Paratma, di ruang kiri Kamulan adalah ibu disebut Sang Hyang Siwatma, di ruang tengah Kamulan raganta menjadi Brahma sebagai ibu dan bapa menjadi Sang Hyang Tuduh.
Menurut beberapa sumber pustaka Hindu di Bali, yang dipuja di Pelinggih Kamulan itu adalah Sang Hyang Atma. Di samping dinyatakan dalam Lontar Usana Dewa yang dikutip di atas juga dinyatakan dalam Lontar Gong Wesi sebagai berikut
…ngarania Sang Hyang Atma, ring Kamulan Tengen bapanta ngaran Sang Paratma, ring Kamulan kiwa ibunta ngaran Sang Siwatma, ring Kamulan madia raganta, atma dadi meme bapa ragane mantuk ring dalem dadi Sang Hyang Tunggal nunggalin raga.
Hal yang menyatakan lebih tegas lagi bahwa Pelinggih Kamulan sebagai tempat pemujaan Sang Hyang Atma adalah Lontar Purwa Bumi Kamulan. Lontar ini menguraikan tata cara upacara Nuntun Dewa Hyang di Kamulan. Lontar ini menguraikan amat rinci tentang tata cara menstanakan roh suci leluhur yang disebut Dewa Pitara di Kamulan.
Dalam tradisi Hindu di Bali Dewa Pitara yang distanakan di Pelinggih Kamulan itu disebut Batara Hyang Guru. Dalam Vana Parwa 27.214 dinyatakan ada lima macam Guru yaitu Agni, yaitu sinar suci Hyang Widhi, Atman yaitu unsur yang tersuci dalam diri manusia yang berasal dari Brahman, Mata yaitu ibu yang melahirkan kita, Pita yaitu ayah menyebabkan kita lahir dan Acarya yaitu guru yang memberikan ilmu pengetahuan. Hal inilah yang nampaknya di Bali menjadi ajaran Catur Guru yaitu Guru Swadyaya, Guru Rupaka, Guru Pengajian dan Guru Wesesa.
Karena Atman sebagai salah satu Guru yang dinyatakan dalam Vana Parwa itulah nampaknya menjadi dasar pendirian Kamulan sebagai tempat memuja Dewa Pitara sebagai Batara Hyang Guru. Atman dalam Upanisad adalah Brahman yang ada dalam diri makhluk hidup yang diselubungi oleh Panca Maya Kosa. Untuk menjadikan Atman itu Guru adalah melalui proses upacara ngaben, mamukur dan Nuntun Dewa Pitara. Proses upacara tersebut sebagai simbol untuk melepaskan Atman dari selubung Atman yang disebut Panca Maya Kosa itu. Dengan demikian Atman yang pada hakikatnya Brahman itu langsung tanpa halangan Panca Maya Kosa dapat menjadi Guru dan umat sekeluarga.
Upacara tersebut bagaikan menghilangkan selubung mendung di langit biru yang menutupi sinar matahari sehingga sinar matahari tersebut dapat langsung memberikan penerangan pada bumi ini. Demikianlah proses upacara ngaben untuk melepaskan Atman dari selubung Stula Sarira. Upacara Atma Wedana melepaskan Atman dari selubung Suksma Sarira. Sedangkan upacara Danda Kalepasan adalah upacara untuk mengambil dosa-dosa leluhur oleh keturunannya. Dengan demikian Sang Hyang Atma tanpa selubung lagi sehingga disebut Dewa Pitara.
Upacara Danda Kalepasan di Bali ada yang menyebutnya upacara Maperas yang artinya keturunan orang yang diupacarai itu mengadopsi utang-utang karma leluhur yang diupacarai tersebut. Yang diwarisi oleh keturunan itu bukanlah berupa kekayaan materi saja. Berbagai utang karma dari leluhur itu juga harus diwarisi juga.
Ini artinya pemujaan pada leluhur dalam tradisi Hindu di Bali, baik buruk, lebih kurang dari leluhur itu harus diterima sebagai warisan. Baiknya harus diupayakan untuk terus dipertahankan bahkan dikembangkan eksistensinya supaya lebih berguna bagi kehidupan selanjutnya. Sedangkan buruk dari berbagai kekurangan dari leluhur itu harus direduksi agar tidak berkembang merusak kehidupan selanjutnya.
Pengalaman adalah guru terbaik, demikian orang menyebutkan. Pengalaman yang baik dan buruk dari leluhur itu dijadikan guru dalam hidup ini. Itulah pentingnya pemujaan Batara Hyang Guru di Kamulan.
Rupanya manusia setelah dianugerahi ilmu pengetahuan, kemakmuran serta kejayaan tidak lantas lupa, sehingga tidak sia-sia ilmu pengetahuan , kemakmuran serta kejayaan yang diperoleh. Atau bila manusia masih dalam diliputi kegelapan, dekatlah dan mohon selalu kepada beliau Bhatara Hyang Guru sehingga terbuka jalan terang, berkat bimbingan dan tuntunan beliau segala sesuatu menjadi mudah. Bila manusia telah melenceng dari jalurnya, lali kawitan (lupa menyembah pada Bhatara Guru) maka beliau akan memberi kita teguran, baik dalam bentuk peristiwa atau yang lainnya. Oleh karena itu kita tidak boleh lupa pada kawitan (asal muasal manusia). –sumber