Mempunyai keturunan adalah hal yang selalu diinginkan oleh setiap pasangan suami istri. Khususnya anak laki-laki jika dalam tradisi bali merupakan anak yang akan menjadi penerus utama keluarga nanti. Berikut ini adalah pembahasan tentang mendapatkan anak laki-laki menurut tradisi Hindu–Bali.
Kewajiban istri
Bayi dalam kandungan bisa terwujud berkat pertemuan antara kama petak dan kama bang yang juga disebut cukla swanita yang keluar dari purusa (laki-laki) dan pradana (wanita). Kama petak adalah unsure laki-laki yang juga disebut cukla yang disimbolkan dengan Sang Hyang Semara. Sedangkan kama bang adalah unsure perempuan yang juga disebut swanita, yang disimbolkan dengan Dewi Ratih. Kama petak dan kama bang yang disebut cukla swanita itu, lalu disimbolkan dengan Sang Hyang Semara Ratih.
Menurut salinan lontar Smara Kriddha Laksana bahwa suami istri yang melakukan senggama, terlebih dahulu hendaknya mengucapkan mantra
“Om krong karetaya sampurana Dewa Manggala ya namah”
Selanjutnya dalam persenggamaan agar suami istri memperoleh keturunan atau anak bijaksana, maka mengucapkan mantra:
“Om rang Rudra ya namah, idep sire sadkrosa”.
Kalau menginginkan anak yang selalu berhasil dalam hidupnya nanti, mantra yang diucapkan:
“Om jrung mrtyuncaya ya namah”.
Selain itu suami istri melakukan pantangan yaitu dilarang membunuh makhluk hidup dan hati selalu cinta damai. Kalau ingin memiliki putra pintar, mantra yang diucapkan:
“Om crikomadewa ya namah,” bratanya ialah suami istri melakukan hubungan itu hendaknya saling asih.
Dari lontar tersebut juga disebutkan kiat memperoleh anak laki-laki, ada beberapa macam ketentuan adalah sebagai berikut:
- Suami menulis beberapa huruf pada ibu jari tangan kanan dan ibu jari kaki kanan yang bunyinya: “Apurusa bhawati”. Kemudian melakukan persenggamaan pada siang hari dan konsentrasikan pikiran ke Sang Hyang Kamajaya
- Memakai sarana antara lain: embotan pandan “asti” (bagian pangkal dan muda serta warnanya putih yang didapat dengan jalan menarik daunnya pada bagian atas dari pohon pandan asti tersebut) dipakai rujak yang dilengkapi pula dengan arak, terasi merah. Rujak itu ditempatkan pada mangkuk sutra dan disertai mantra: “Om cupu-cupu mirah dewaning buwel, tengan maisi putra, petu maha pekik. Om sidhi mantramku.” Setelah itu rujak tadi dimakan bersama-sama dan selanjutnya berpuasa selama sehari.
Selain tersebut diatas, waktu sangat menentukan untuk dilihat dalam persenggamaan. Adapun hari-hari yang tidak diperbolehkan melakukan senggama adalah
- Hari- hari suci
- Hari purnama maupun tilem
- Tanggal ke-14 (prawani), yang dimaksud adalah sehari sebelum purnama/tilem
- Pada hari menstruasi untuk masa empat hari
- Weton suami atau istri
Menurut ahli agama, Gde Pudja, M.A, dalam artikelnya, persenggamaan dengan tujuan memperoleh anak suputra, sangat baik dilakukan pada hari ke-14 dan 16 terhitung dari hari pertama menstruasi karena akan dilahirkan anak laki yang teguh imannya, mulia, hormat pada orang tua, bijaksana, pandai, jujur, suci dan menjadi pelindung manusia pada umumnya.
Kalau dibandingkan secara ilmiah hari ke-14 dan ke-16 sangat cocok karena pada waktu itu adalah masa subur.
Menurut informasi lainnya disebutkan bahwa adapun cara lain untuk memperoleh anak laki-laki adalah dengan berdoa/sembahyang meminta anugrah kehadapan Ida Bethara Hyang Guru yang berstana di kemulan Rong Tiga di Merajan masing-masing.
Semoga artikel ini dapat bermanfaat. Jika terdapat penjelasan yang kurang lengkap atau kurang tepat, mohon dikoreksi bersama. Sukma… –sumber