BALI EXPRESS, GIANYAR – Selain digunakan untuk melaksankan meditasi, di Pura Durga Kutri di I Desa Buruan, Blahbatuh, Gianyar, juga sering pemedek yang nunas tirta. Di mana yang digunakan sebagai ngerajeg karya agung, bahkan sampai tirta yang digunakan pamuput upacara Pitra Yadnya. Namun, tirta pingit tersebut hanya keluar pada hari tertentu saja.
Pengayah Pura Durga Kutri, I Nyoman Sudarmadi ketika diwawancarai Bali Express (Jawa Pos Group) mengatakan, sempat masyarakat setempat yang mengalami sakit secara serentak. Bahkan meluas ke seluruh wilayah Gianyar. Sehingga di sana dimohonkanlah tirta pingit tersebut. Agar kabrebeh jagat itu hilang.
“Bukan saja deman berdarah, tetapi juga ada yang beberapa mengalami mutaber dan sakit lain dengan jumlah warga yang sangat membludak,” papar pria kelahiran 1964 tersebut.
Disinggung cara untuk nunas (mohon) tirta pingit tersebut, Sudarmadi menjelaskan harus menggunakan sarana banten. Yang ia ketahui dengan banten cukup besar. Sebab tidak boleh ia katakan nunas pada waktu dan orang yang sembarangan. Bahkan harus melalui Jero Pemangku dengan banten yang lengkap, maka akan keluar tirta tersebut, dari sebuah goa kecil berada di tebing penataran pura. Kemudian ditunaslah dan dihaturkan pada semua krama.
Sudarmadi juga mengaku, ada juga yang nunas tirta di sana untuk melebur mala. Terlebih mala yang diyakini ada pada pekarangan. “Leteh pada pekarangan yang dimaksud adalah leteh karena akan nyakapan karang (menyatukan lahan). Selain itu, satu pekarangan dengan angkul-angkul berbeda (pintu keluarnya berbeda). Dan semua yang menyangkut pekarangan, pasti tirta ini digunakan panglebur,” urainya.
Selain pemedek yang berasal dari wilayah Gianyar, Sudarmadi juga mengaku setiap rerahinan ada saja pemedek yang berasal dari luar Gianyar. Tentunya kedatangan mereka yang ia ketahui untuk mohon keselamatan. Yang berawal dari sebuah pawisik (petunjuk). Baik itu ada orang yang menunjukkan atau melalui sebuah mimpi.
Pada tempat yang terpisah, ditemui Bendesa Desa Pakraman Kutri, I Wayan Arimbawan mengaku pura tersebut diamong oleh 97 kepala keluarga. Di mana yang melaksanakan seluruh persiapan pujawali maupun kegiatan upakara lainnya. Bahkan dalam menjaga kesucian pura, dibuatkan berupa kemitan (giliran). Yang berjaga setiap hari di sana.
Ditanya pantangan, Arimbawa mengatakan terdapat beberapa pantangan di sana. “Yang tidak iizinkan ke areal pura ini adalah bagi orang yang cuntaka (halangan). Baik itu karena ada kematian, maupun cuntaka pada badan. Selain itu bagi orang hamil tidak boleh, dan berpakaian kebaya di atas lengan bagi perempuan juga dilarang,” tandasnya.
Ditanya jika dilanggar, ia sendiri mengatakan akan dikenakan sanksi adat. Berupa ngaturang banten guru piduka, yang dimaksudkan untuk permohonan maaf. Sedangkan ketika ada orang hamil yang datang ke pura tersebut, ia sendiri menjelaskan akan terjadi kapiambeng (musibah). Arimbawan juga menjelaskan bisa saja saat lahirnya itu menjadi keterbelakangan, atau mengalami keguguran. (bersambung)
Peta Lokasi Pura Durga Kutri Klik di Bawah Ini
Pura Durga Kutri
(bx/ade/yes/JPR) –sumber