Seperti lilin yang terus menerus menyalakan lilin-lilin yang lain, melalui pikiran, ucapan dan tindakan para pembawa cahaya juga terus menerus berusaha menyalakan lilin banyak orang. Sedihnya, sangat-sangat sedikit ada manusia di zaman ini yang punya lilin di dalam dirinya (baca: punya minat untuk belajar spiritual). Kalau pun ada manusia yang membawa lilin, ia sulit sekali untuk dinyalakan. Terutama karena faktor ketidaktahuan dan ketidakpercayaan.
Kendati demikian keadaannya, para pembawa cahaya tidak gampang menyerah. Itu sebabnya, di semua zaman lahir pembawa cahaya. Dan sangat sedikit diantara mereka yang diperbolehkan membawa sebutan Avatara, Buddha, Mahatma, Nabi. Sebagian lebih diantara mereka bebannya lebih ringan kalau mengenakan segala sesuatu yang serba biasa. Akan tetapi, cahaya terus menerus dibagikan sesuai dengan tantangan unik setiap zaman.
Di zaman dulu, transmisi spiritual (baca: menyalakan lilin orang lain) dilakukan kebanyakan melalui upacara. Di Bali ada upacara mawinten, yang ditujukan untuk mempersiapkan seseorang agar siap belajar ajaran suci. Di agama Buddha dikenal upacara mengambil sila, terutama agar perjalanan spiritual seseorang terjaga baik oleh keseharian yang indah dan luhur seperti tidak menyakiti dan tidak berbohong.
Sejalan dengan bertumbuhnya zaman, transmisi spiritual kebanyakan dilakukan secara lisan. Itu sebabnya kebanyakan Guru di zaman ini mencoba mentransfer ajaran-ajaran suci ke murid-murid dengan cara berceramah, menulis dan hal-hal lain yang banyak menggunakan suara dan kata-kata. Dan jujur harus dikemukakan di sini, cara lisan saja tidak akan pernah membuat jiwa bertumbuh menjadi jiwa yang dalam.
Oleh karena itulah, untuk murid-murid yang sudah bertumbuh dewasa digunakan cara transmisi spiritual yang lain yang jauh lebih dalam. Ada transmisi simbolik (symbolical transmission), ada transmisi dari bathin ke bathin (mind to mind transmission), ada transmisi dari hati ke hati (heart to heart transmission), ada transmisi rahasia (secret transmission). Dan cara transmisi ini ditempuh kalau muridnya sudah mulai tumbuh dewasa, serta hubungan murid-Guru sudah mulai mendalam.
Kisah GA Buddha yang diam hening sambil memegang bunga lotus di depan ribuan Bhiksu adalah contoh transmisi simbolik. Diantara lebih dari seribu Bhiksu hanya satu orang yang mengerti yakni Mahakasyapa. Tradisi zen khususnya mengambil garis ajaran dari transmisi spiritual yang dilakukan dari GA Buddha ke Mahakasyapa sebagaimana diceritakan di sini.
Cerita orang suci dari India yang mendapatkan cahaya di Indonesia di zaman Sriwijaya adalah contoh transmisi dari bathin ke bathin. Setelah melalui cobaan yang sangat dahsyat di tengah samudra, Lama Atisha sampai di Indonesia menjumpai Guru yang beliau cari yakni YA Dharmakirti. Setelah mengabdi kepada Gurunya selama bertahun-tahun, suatu malam bantal mereka berdua bersentuhan. Di sana terjadi transmisi dari bathin ke bathin.
Vivekananda bertumbuh dalam lingkungan intelektual ala Barat yang mementingkan intelek. Sehingga tidak mudah baginya untuk mengerti Guru Tantra bernama Rama Krisna. Oleh Gurunya Rama Krisna ditunjukkan berbagai keajaiban, tetap saja ia mengalami kesulitan untuk mengerti. Namun kesetiaan Vivekananda kepada Guru terus bertumbuh. Disuruh apa saja ia tidak pernah menolak. Suatu hari tatkala Vivekananda sudah terlihat dewasa, hanya dengan disentuh menggunakan tangan oleh Rama Krisna, Vivekananda mengalami keadaan seperti kena stroom listrik. Saat itu ia mengalami transmisi dari hati ke hati (heart to heart transmission).
Jetsun Milarepa mengalami transmisi rahasia yang sangat langka. Dalam seribu tahun belum tentu terjadi transmisi spiritual seperti ini di muka bumi. Setelah kesalahan berbahaya Milarepa dibersihkan secara berdarah-darah oleh Gurunya Marpa, Milarepa diminta meditasi bertahun-tahun di gua-gua di Tibet. Ketekunan dan ketulusannya yang sangat hebat, membuat Milarepa mengalami transmisi rahasia.
Tatkala kisah transmisi rahasia ini diceritakan ke Gurunya Marpa, segera Marpa pergi ke India menjumpai Gurunya Naropa. Mendengar kisah transmisi rahasia ini Naropa menghormat sujud ke arah Tibet diikuti oleh sejumlah pohon besar di sekitarnya. Sampai sekarang pun masih ada sejumlah pohon besar di Himalaya yang merunduk hormat mengarah ke Tibet.
Sejumlah sahabat keluarga spiritual Compassion yang sudah diajak melayani masyarakat selama bertahun-tahun secara tulus dan polos juga mengalami transmisi spiritual. Kedalaman transmisinya berbeda sesuai dengan kedalaman baktinya kepada Guru. Untuk konsumsi publik pemula, salah satu ciri seseorang mengalami transmisi spiritual, keyakinannya pada Guru suci dan ajaran suci meningkat terus. Pada saat yang sama ketertarikan pada hal-hal duniawi seperti uang dan kekuasaan menurun. Satu-satunya dahaga yang tersisa adalah dahaga untuk melayanj banyak jiwa agar pulang ke rumah cinta, kebaikan dan kasih sayang. —sumber