Lis adalah sarana yang digunakan untuk mencipratkan atau memercikkan tirtha atau air suci sebagai penyucian diri guna menjauhkan diri dari kekuatan negatif yang dapat mengganggu manusia dan tentunya bertujuan untuk kekuatan dan kesucian lahir bathin. Dalam tingkatan upacara yang lebih besar biasanya digunakan lis ageng/lis gede sedangkan dalam upacara biasa/kecil digunakan lis alit atau lis padma.
Sebagai salah satu bagian penting dari sekelompok banten karena merupakan alat pensucian, makna simbol dari setiap susunannya sebagai berikut :
- Tangga menek sebagai lambang dan permohonan kepada Ida Sanghyang Widhi semoga hal-hal yang bersifat kebaikan selalu meningkat.
- Tangga tuwun sebagai lambang dan permohonan kepada Ida Sanghyang Widhi semoga hal-hal yang bersifat keburukan berkurang atau hilang.
- Jan sesapi: terbuat dari reringgitan janur sebagai lambang dan permohonan kepada Ida Sanghyang Widhi semoga tujuan me-yajnya tercapai.
- Lilit linting sebagai lambang kebulatan tekad untuk berbhakti kepada-Nya.
- Lawat buah sebagai lambang permohonan kepada Ida Sanghyang Widhi, semoga yajnya yang diselenggarakan mendapat pahala kebaikan.
- Lawat nyuh: terbuat dari reringgitan janur, berbentuk buah kelapa, ditandai dengan menyisipkan secuil sabut kelapa, sebagai lambang permohonan kepada Ida Sanghyang Widhi dalam manifestasi-Nya sebagai Bhatara Brahma sang Maha Pencipta, semoga penyelenggaraan yajnya ini direstui dan berjalan lancar.
- Tepung tawar sebagai lambang dari keseimbangan hidup manusia, terutama perwujudan rwa bhineda, misalnya: siang-malam, baik-buruk, lelaki-perempuan, dst.
- Daun dapdap, dalam Lontar Taru Pramana disebut sebagai don kayu sakti. sebagai lambang kekuatan untuk menjaga keseimbangan-keseimbangan tri hita karana dan keseimbangan-keseimbangan rwa bhineda.
Selain sebagai perlengkapan tetandingan banten seperti durmangala dll, penggunaan pada waktu piodalan di sanggah kemulan atau di Pura atau dalam rentetan upacara Panca Yadnya disebutkan dalam serba serbi Hindu Bali digunakan banten lis senjata sakti ketika Ida Pemangku/Ida Pedanda mepuja. —sumber