Bali punya banyak “hiasan” khas yang senantiasa menjadikan wajah Bali punya gaya tersendiri. Salah satu yang pasti anda jumpai saat menginjakkan kaki di tanah dewata ini adalah kain motif kotak-kotak berwarna hitam putih. “Kain Poleng” begitulah nama kain yang bercorak mirip papan catur itu.
Penggunaan Kain Poleng
Kain Poleng sudah menjadi identitas Bali, kemana mata memandang disana selalu ada kain Poleng. Penggunaannya tidak hanya untuk benda dan acara yang bersifat sakral tapi juga profan atau non-sakral. Benda-benda adat yang dipakaikan kain Poleng seperti tedung (payung), umbul-umbul, palinggih (tugu pemujaan), patung, dan kulkul (kentongan sebagai alat komunikasi). Warung, kafe, dan hotel di Bali juga tidak ketinggalan mendekor perabotnya seperti meja dan bantal dengan kain poleng. Bahkan tiang-tiang dan pohon-pohon di Bali pun bersarung kain Poleng. Dalam pertunjukan seni kain Poleng tidak pernah alfa disertakan. Seperti oleh penari dalam tari-tarian tradisional Bali, pelakon dalam drama/ dramatari, dan beberapa tokoh dalam perwayangan. Tidak sampai disitu, kain Poleng juga menarik minat wisatawan untuk ikut memakainya. Bahkan, dalam Sastra Lontar Purwadigama, Pecalang atau petugas keamanan desa adat di Bali diwajibkan mengenakan kain Poleng sebagai udeng atau penutup kepalanya.
Filosofi Kain Poleng
Kain Poleng sebenarnya ada 3 jenis warna. Namun yang paling sering ditemui di Bali adalah kain Poleng berwarna hitam putih. Ketiganya memiliki makna dibaliknya, serta hubungan yang erat dengan filosofi ajaran Hindu. Yang pertama disebut “Rwabhineda” yaitu kain Poleng berwarna hitam putih. Dua warna bertolak belakang ini mencerminkan adanya 2 sifat di alam ini yang berlawanan seperti baik-buruk, tinggi-rendah, gelap-terang, dan sebagainya. Alasan mengapa di Bali semua Pecalang diharuskan memakai kain Poleng jenis Rwabhineda sebagai udengnya karena diharapkan ia selaku petugas keamanan mampu membedakan yang baik dan yang buruk, benar dan salah, aman dan kacau.
Jenis yang ke dua dinamakan “Sudhamala” yakni kain Poleng berwarna hitam, abu-abu, putih. Adanya warna abu-abu dalam corak kain ini mewakili sifat pertengahan, perantara, dan penyeimbang antara sifat hitam dan putih.
Jenis kain Poleng yang ke tiga yakni “Tridatu” berwarna hitam, putih, dan merah. Filosofinya berkaitan dengan ajaran Triguna atau tiga sifat yang mempengaruhi manusia. Warna putih melambangkan sifat tenang dan bijaksana, warna merah melambangkan sifat dinamis dan berenergi, dan warna hitam melambangkan sifat terhambat dan berat. Warna Tridatu juga melambang lahir, hidup, dan mati jika dipandang menurut mitologi Dewa Tri Murti. Dimana merah melambangkan penciptaan (Dewa Brahma), hitam melambangkan pemeliharaan (Dewa Wisnu), dan putih melambangkan peleburan (Dewa Siwa).
Namun ketiga jenis kain Poleng ini memiliki satu kesamaan fungsi yakni penggambaran hakikat kehidupan serta pesan untuk menjaga keseimbangan. —sumber