BALI EXPRESS, GIANYAR – Beragam upacara bertujuan untuk menghilangkan dan membersihkan sifat buruk dilaksanakan umat Hindu, mulai dari Malukat hingga Potong Gigi atau Matatah. Namun, khusus untuk Matatah ini prosesnya beda.
Matatah prosesinya ada kemiripan dengan orang yang sudah meniggal. Bahkan, pelaksanaan juga dengan cara tidur atau dibaringkan di bale dangin yang jadi tempat upacara.
“Agar tidak sama persis seperti orang yang meninggal, orang yang mengikuti upacara Matatah tidak diperbolehkan menutup mata selama potong gigi berlangsung,” papar Sangging, Ida Bagus Gede Searsa Tana ketika diwawancarai Bali Express (Jawa Pos Group) di rumahnya, Desa Kelusa, Payangan, Gianyar, pekan kemarin .
Dijelaskannya, tidak boleh menutup mata karena orang yang melakukan potong gigi dianggap sebagai mati suri. Dikarenakan rerajahannya juga seperti orang yang telah meninggal dunia. Dan, sangat riskan sekali diganggu oleh orang yang mempunyai ilmu aji ugig.
“Ketika prosesi itu berlangsung, dari kidung dan prosesinya sama persis seperti orang yang telah meninggal dunia. Tetapi yang membedakan hanya dipotong giginya saja dalam keadaan sadar, mata juga harus terbuka.
Jika tertutup, seolah-olah seperti mayat dan akan gampang dicari oleh orang yang memiliki niat buruk. Terlebih yang mempunyai ilmu aji ugig,” tandasnya.
Pria yang akrab dipanggil Gus Searsa ini, juga mengungkapkan, terdapat beberapa bahan yang harus digunakan saat potong gigi. Mulai dari madu, mutik, kikir,bungkak, dadap, tebu, kunyit, base, kunyit, loloh, dan kwangen. Tebu digunakan sebagai penanggal untuk membuka mulut, kunyit sebagai pangisep-isep atau pangurip-urip. Madu untuk menghilangkan rasa ngilu pada gigi, bungkak digunakan sebagai tempat ludah. Kunyit untuk mengobati gigi yang setelah dipotong jika ada luka. Kemudian loloh berfungsi untuk kumur ketika gigi selesai dipotong.
Ditegaskannya, orang yang bisa mendampingi saat potong gigi, hanya dari pihak keluarga saja, dan orang tuanya juga wajib mendampingi. “Ketika ada yang ikut naik ke tempat orang yang potong gigi di luar keluarga, terlebih tidak ada kepentingan dalam proses tersebut harus diarahkan jangan ikut. Selain untuk mencegah hal yang tidak diinginkan, juga guna mempermudah sangging yang memotong gigi supaya berjalan dengan lancar.
“Kalau ramai saat prosesinya kan sangging juga sulit bergerak, sehingga akan terhambat pelaksanaannya. Iya kalau yang potong gigi hanya satu dua orang saja, kalau lebih dari lima dengan pendampingnya kan sangat banyak. Itu akan menjadi kendala yang memiliki upacara itu sendiri,” imbuh pria pensiunan guru tersebut.
Pada tempat pelaksanaan potong gigi, lanjutnya, terdapat sebuah bale gading, tepat berada di atas tempat upacara berlangsung. Fungsinya sebagai linggih Ida Sang Hyang Semara Jaya dan Semara Ratih.
“Untuk menyaksikan dalam prosesi upacara tersebut, sekaligus sebagai penangkal jika ada orang yang jahil secara niskala, terutama orang yang mempunyai ilmu aji ugig yang tujuannya mengganggu kelangsungan prosesi upacara ,” bebenya.
Terkait berapa orang yang harus mengikuti potong gigi, Gus Searsa menjelaskan sesuai pandangannya. “Kalau ditanya jumlah, berapa saja boleh. Itu kan tergantung dari peserta yang ada. Kalau menurut saya ganjil atau genap tidaklah masalah. Yang penting dalam prosesinya itu sudah lengkap, berarti pelaksanannya akan berlangsung dengan lancar,” imbuhnya.
(bx/ade/rin/yes/JPR) –sumber