BALI EXPRESS, DENPASAR – Setelah rampung membangun rumah, umat Hindu wajib melaksanakan ritual Melaspas. Jika belum, bangunan baru tersebut dinilai belum layak ditempati.
Jero Mangku I Wayan Satra mengatakan, tujuan Melaspas untuk membersihkan dan menyucikan benda atau pun bangunan baru secara niskala sebelum digunakan atau ditempati. Upacara Melaspas juga dilakukan dengan tujuan agar terciptanya ketenangan dan kedamaian bagi anggota keluarga yang tinggal di rumah tersebut, serta terhindar dari hal-hal yang tidak diiginkan.
Melaspas terdiri dari dua suku kata, yaitu Melas dan Pas. Melas berarti pisah dan Pas artinya cocok. Jadi, penjabaran arti Melaspas yaitu sebuah bangunan dibuat terdiri dari unsur yang berbeda, ada kayu ada pula tanah (bata) dan batu, kemudian disatukan terbentuklah bangunan yang layak (cocok) untuk ditempati. “Baik untuk manusia yang kita kenal sebagai rumah, maupun untuk para Dewa yang dinamai pslinggih,” ujar Jro Mangku I Wayan Satra kepada Bali Express (Jawa Pos Group).
Dalam pelaksanaanya, lanjut Mangku Satra, upacara Melaspas terdiri dari beberapa tingkatan sesuai kemampuan umat. Tingkatan upacara Melaspas, seperti halnya upacara-upacara lainnya, yaitu Kanista, upacara yang dilakukan paling sederhana. Madya, upacara yang dilakukan tergolong sedang. Utama, upacara yang dilakukan tergolong besar.
Sebelum upacara Melaspas, yang dilakukan terlebih dahulu adalah macaru. “Hal ini memiliki tujuan untuk nedunang Bhutakala atau mengundang sang Bhutakala untuk dhaturkan Labaan (sesajen). Dengan harapan agar Bhutakala tersebut kembali ke tempatnya masing-masing atau mengembalikan berbagai roh-roh yang tadinya tinggal atau mendiami bangunan tersebut ke tempat asalnya.
“Kemudian menghadirkan Dewa Ghana yang diyakini sebagai Dewa Rintangan yang bertujuan untuk menghalangi hadirnya roh-roh pengganggu,” imbuhnya.
Setelah Pacaruan selesai, baru dilanjutkan dengan rangkaian dari upacara Melaspas, yaitu mengucapkan orti pada mudra bangunan sebagai permohonan kepada Ida Sang Hyang Widhi Wasa. Orti adalah simbol komunikasi, sebagai permohonan dalam perlengkapan upacara dalam pemakuhan atau pamelaspasan.
Selanjutnya memasang ulap ulap pada bangunan. Ulap ulap yang dipasang tergantung jenis bangunan ( ulap ulap kertas yang ditulis dengan hurup rajahan ). Bila bangunan tersebut tempat suci, maka dasar banguan digali lobang untuk tempatkan padagingan. Jika bangunan tersebut adalah bangunan pokok atau utama, diisi dengan padagingan pada puncak dan madya bangunan, berapa padma dari emas. Selanjutnya pangurip urip, arang bunga digoreskan pada tiap tiap bangunan (melambangkan Tri Murti, Brahmana, Wisnu, Iswara).
“Jadi, umat Hindu Bali percaya bahwa bangunan yang didirikan tersebut menpunyai daya hidup,” terangnya.
Kegiatan berikutnya adalah ngayaban banten ayaban dan ngayaban pras pamelaspas yang didahului memberikan sesajen pada sanggah surya yang terbuat dari turus lumbung. Dilanjutkan dengan ngayaban caru prabot ngeteg-linggih, bila yang dipelaspas adalah tempat suci (palinggih). Upacara ini biasanya dipuput oleh pemangku, namun tak jarang untuk pura dipuput oleh sulinggih.
Selain sarana tersebut, lanjutnya, sering dijumpai saat upacara Melaspas menggunakan siku-siku yang ditempelkan di dinding bangunan. Hal ini bertujuan agar bangunan tersebut memiliki sikut atau ukuran yang benar. Alasan digunakannya siku-siku karena salah satu alat pertukangan tersebut memiliki keistimewaan. “Bentuknya tidak lurus, namun dapat meluruskan bangunan. Ketika membangun tidak menggunakan siku-siku dapat menyebabkan bangunan tidak beraturan. Dan, yang lebih fatal lagi adalah konflik akibat tanah yang lebih,” tutur Mangku Satra.
Selain penggunaan siku-siku, ada juga simbol tapak dara. Tapak dara merupakan simbol keseimbangan antara pawongan, palemahan, dan parahyangan, dengan harapan nantinya bangunan yang telah dipelaspas senantiasa seimbang dan tidak mudah roboh. Dalam Upacara Pamelaspasan yang dipuja adalah Dewa Pemelaspas, yaitu Bhatara Bhagawan Biyasa dan Dewa Pamakuh, yaitu Bhatara Bhagawan Siwakarma. Pamakuh adalah rangkaian upacara yang terdapat pada upacara pamelaspasan. Pamakuh berasal dari kata kukuh yang artinya kuat.
“Upacara Pamakuh bertujuan untuk menguatkan bangunan secara niskala agar kokoh. “Kedua dewa inilah yang memberikan anugerah keseimbangan terhadap bangunan yang telah dipelaspas.
Agar senantiasa memberikan perlindungan dan keselamatan pada bangunan yang akan ditempati, sekaligus terhindar dari segala hal negatif yang berniat tidak baik,” tutup Mangku Satra.
(bx/gus /rin/yes/JPR) –sumber