KRODHA – AMARAH

Suatu hari di jalan raya Jakarta. Seorang kakek nyetir mobil terburu2 karena mengantar cucunya yang sakit keras. Dalam kekhawatiran karena cinta yang begitu besar pada sang cucu, ia tancap gas, menyalip dan menyalip, menuju rumah sakit.

Seorang anak muda dibelakang setir mobil mewah, tdk terima disalip. Ia marah, lalu mengejar dan menyalip balik mobil sang kakek. Salip2an terjadi, hingga sang kakek menghentikan mobil, mungkin hendak menegur sang anak muda, mungkin hendak menjelaskan bahwa cucunya sakit atau hendak minta maaf karena membuat ketidaknyamanan orang lain. Ia turun menghampiri mobil anak muda itu. Sayang sekali, sang anak muda, karena marah yang membara, menabrak sang kakek tanpa ampun. Sang kakek meninggal ditempat, meninggalkan cucunya yang sakit didalam mobil.

Marah (anger) adalah musuh kesadaran (consciousness). Dalam ajaran Hindu, marah disebut KRODHA. Krodha adalah salah satu dari sad ripu, enam musuh didalam diri, yaitu kama (nafsu), lobha (tamak), krodha (kemarahan), moha (kebingungan), mada (mabuk), matsarya (dengki, iri hati). Kemarahan, nafsu, tamak, bingung, dengki, bukanlah produk setan yg dijual kepada manusia. Sifat2 itu adalah bagian tak terpisahkan dari sifat2 Panca Maha Bhuta (5 unsur alam) yaitu pertiwi (zat padat), apah (cair), teja (panas), bayu (angin) dan akasa (ruang hampa, kosong).

Panca Maha Bhuta sebagai penyusun alam semesta (Buana Agung) dan badan manusia (Bhuana Alit) bersumber dari dua azas yang sangat sukma, gaib dan abadi yaitu Cetana dan Acetana yang juga disebut sebagai sebab mula terciptanya segala yang ada (causa prima).

Cetana berwujud kesadaran tertinggi dan Acetana berwujud maya (ilusi). Pertemuan Cetana dan Acetana menciptakan Purusa dan Pradana yg merupakan sumber roh dan materi. Pertemuan Purusa Pradana menghasilkan Citta Guna. Citta perwujudan dari Purusa dan Guna perwujudan dari Pradana.

Akibat ketertarikan Citta pada Guna maka terciptalah Buddhi dan Ahangkara. Buddhi demikian banyaknya dalan rupa yang beraneka sifatnya seperti Catur Aiswarya, Astuti, Asthasiddhi yang merupakan sifat2 dharma, kebaikan, spiritual. Ahangkara, sebaliknya, adalah sifat2 kegelapan yg merupakan turunan dari gen maya (ilusi), misalnya sad ripu, atau sapta timira (7 kegelapan).

Maka sesungguhnya, semesta (bhuana agung) dan manusia (bhuana alit) ini memang disusun oleh 2 sifat yang bertentangan (rwa bhinneda). Panas-dingin, tinggi-rendah, baik-buruk, siang-malam, pria-wanita. Semuanya hidup dan berkembang dalam naungan RTA atau hukum Tuhan, dan pertemuan keduanya menciptakan kehidupan dengan segala serba serbinya. Karena tercipta dari 2 unsur itu, manusia dapat terjebak pada kegelapan, atau dapat juga sebaliknya memenangkan kebaikan/pencerahan, tergantung dari karma wasana masing2, tergantung dari pergaulannya, tergantung dari bacaannya, tergantung dari masa lalunya. Karena itu agama mengajarkan pengendalian diri, puasa, renungan suci, memilih pergaulan, memilih makanan, agar dapat membangkitkan kesadaran (consciouseness), memenangkan Buddhi atas Ahangkara. Karena kesadaran bahwa kita disusun 2 sifat itu pula, hendaknya kita menjauhkan diri dari sikap mengadili orang lain apalagi secara terburu2, apalagi dalam keadaan marah. Anak muda dalam kejadian diatas, kemungkinan tidak tau kondisi sang kakek dan cucunya. Sementara kini, kita juga tidak tau kondisi dan apa yang sedang dialami atau dirasakan oleh anak muda itu.

Mungkin saja dia sedang patah hati, sedang terburu2 krn ayah atau ibunya sakit, istrinya mau melahirkan, dsb. Setiap orang punya pertarungannya sendiri melawan tantangan hidup. Sifat marah, dengki, iri, bingung, mabuk, adalah bagian tak terpisahkan dari zat penyusun badan kita sebagaimana sifat dharma, baik, welas asih, spiritual dan sifat2 mulia lainnya. Kedua sifat itu saling bersaing, saling mempengaruhi, berusaha mendominasi, mengendalikan tindakan sang badan. Dalam kejadian anak muda itu, sekejap di titik dia memutuskan menginjak pedal gas menabrak sang kakek, sifat KRODHA memenangkan kendali. Tidak perlu lama, 5 detik cukup untuk menghancurkan hidup, menghanguskan cinta, meluluhlantakkan rencana2 indah.

Maka, perjalanan hidup sesungguhnya adalah perjuangan setiap detik untuk memenangkan sifat2 Buddhi itu, memurnikan sang jiwa, agar siap kembali kepadaNYA, manunggaling kawula gusti, bila saatnya tiba nanti. Shanti

Sumber: https://twitter.com/GlHindu/status/1557177628175454208