Menurut kamus bahasa Bali, canang merupakan sebuah kata bendadengan tingkatan bahasa halus yang memiliki arti “sirih”. Buku “Sembahyang menurut Hindu” menyebutkan bahwa pada zaman dulu sirih bernilai sangat bernilai tinggi dan menjadi lambang penghormatan. Sirih disuguhkan kepada tamu yang sangat dihormati.
Menurut Ida Pedanda Gede Made Gunung, seorang pedanda Bali, kata “canang” terdiri atas dua suku kata bahasa Kawi, “ca” (“indah”) dan “nang” (“tujuan”). Dengan demikian, pengertian canang dapat djabarkan menjadi sebuah sarana yang bertujuan untuk memohon keindahan (sundharam) ke hadapan Ida Sang Hyang Widhi Wasa. Canang memiliki peranan yang sangat penting dalam ritual keagamaan umat Hindu di Bali sehingga juga disebut Kanista atau “inti dari upakara”. Sebesar apapun upakara tersebut maka tidak akan menjadi lengkap kalau tidak diisi dengan canang.
Canang sari digunakan sebagai persembahan harian kepada Sang Hyang Widhi Wasa sebagai ungkapan syukur atas kedamaian yang telah diberian kepada dunia; merupakan persembahan rumah tangga yang paling sederhana. Filosofi dari proses persembahan adalah mengurbankan diri sendiri, sebab perlu waktu dan tenaga untuk mempersiapkan persembahan.
Ada beberapa jenis canang sesuai dengan fungsinya. Selengkapnya, berikut jenis-jenis canang :
- Canang Sari
Biasanya digunakan untuk sehari-hari termasuk juga saat hari raya seperti Purnama, Tilem, Galungan, Kuningan juga hari-hari lainnya. Canang Sari digunakan untuk melengkapi upakara besar maupun kecil.
- Canang Genten
Alasnya memakai ituk-ituk, ceper atau taledan, di atasnya berisi plawa, porosan, uras sari, bunga, rampe, boreh miyik. Canang genten digunakan pada upakara bebantenan tempatnya pada ajuman.
- Canang Burat Wangi Lenga Wangi
Alasnya memakai ceper atau taledan, di atasnya berisi dua buah tangkih atau celemik, masing-masing diisi burat wangi dan lenga wangi dilengkapi plawa, porosan, uras sari, bunga, rampe dan boreh miyik.
- Canang Pabersihan
Alasnya memakai ceper atau taledan maplekir di dalamnya berisi 7 (tujuh) buah tangkih atau celemik, masing-masing diisi: ambuh yaitu bahan keramas berupa daun pucuk diiris atau kelapa diparut;
Sisig yaitu jajan begina dibakar hingga gosong; Tepung beras putih atau kuning; Asem diambilkan dari seiris buah-buahan masam; Tepung tawar (dibuat dari tepung dicampur kunir, daun dadap ditumbuk); Minyak rambut atau minyak wangi; Wija/bija dibuat dari beras dicuci air cendana. Di atasnya dilengkapi sebuah canang Payasan, sejenis canang Genten yang uras sarinya dibuat lebih khusus.
- Canang Gantal
Pada dasarnya sama seperti canang Genten, hanya pada porosannya diganti dengan lekesan, ada memakai 5,7,9,11 dengan digulung masing-masing kemudian ditusuk diikat dengan tali porosan. Digunakan pada semua upacara (Panca Yadnya).
- Canang Brekat
Alasnya memakai Ceper maplekir atau Tamas, di dalamnya masing-masing sarananya dialasi 4 buah celemik ditempatkan pada empat arah, yaitu: daun Selasih miyik, beringin, ancak, blangsah pinang; tampelan, lekesan, base melelet, tubungan; bahan-bahan pasucian, ambuh, sisig, asem, boreh miyik, minyak wangi, bija/beras kuning, tepung tawar; tadah sukla (pisang, ubi, keladi digoreng), beras putih, beras kuning, kencur diiris, nyanyah gringsing, ampo, dedes, kacang komak digoreng, kacang putih digoreng, pisang emas, kekiping; Diatas semuanya itu, diletakkan sebuah uras sari yang bentuknya bundar agak besar berisiplawa, porosan, bunga dan rampe.
- Canang Saji
Digunakan pada upakara bebantenan (Panca Yadnya) diletakkan pada banten soda.
- Canang Pamendak
Digunakan pada upacara Dewa Yadnya, ketika mendak Ida Bhatara.
- Canang Tajuh
Digunakan pada banten Penyolasan
- Canang Yasa
Canang yasa digunakan ketika membangun palinggih-palinggih di pura maupun merajan. Serta upacara Dewa Yadnya di pura/merajan.
- Canang Pengraos
Digunakan pada pesamuan-pesamuan atau upacara pawiwahan.
- Canang Saraswati
Digunakan pada upacara Dewa Yadnya dan Rahina Saraswati.
- Canang Rebong
Digunakan untuk melengkapi sesajen-sesajen, juga upacara-upacara besar seperti melis/melasti.
- Canang Oyodan
Canang ini juga digunakan pada saat menghaturkan upacara-upacara besar.