Aturan Arah Dan Posisi Kepala Pada Saat Tidur Orang Bali

Perhatikan tempat letak kapalamu, waktu tidur beginilah pelajaran dari buku-buku. Jika kepalamu di timur, akan panjang umurmu. Jika di utara, engkau mendapatkan kejayaan. Jika letak kepalamu di barat, akan mati rasa cinta padamu, engkau akan dibenci para sahabatmu; dan jika membujur ke selatan, akan pendek umurmu, dan menyebabkan rasa dukacita. – Nitisastra VII, 1-2.

Tidur itu tidak dilarang, tapi tidur yang sembarangan ada konsekuensinya. Sebagai masyarakat yang dikenal dengan aturan-aturan adat yang ketat dan masih terjaga, masyarakat Bali hingga kini masih meyakini bahwa tidur tidak boleh sembarangan. Mulai dari sikap atau posisi tidur,  tempat tidur, hingga bangunan yang boleh dijadikan sebagai tempat tidur pun diatur sedemikian rupa dalam adat Bali. Terdapat tiga macam tempat berisitirahat yang disebutkan dalam sastra Bali, yaitu:

  • Galar: istirahat untuk beberapa saat dengan tidur
  • Galir: istirahat untuk beberapa menit atau pelepas lelah dengan duduk dan bersantai
  • Galur: istirahat untuk perjalanan pulang, yang dalam istilah Bali disebut dengan “mulih ke desa/gumi wayah” alias mati

Tempat istirahat tersebut biasanya dibuat dari batang bamboo yang dibagi kecil-kecil memanjang (dalam istilah Bali disebut “direcah” ) sehingga nyaman untuk digunakan. Perhitungannya tetap dimulai dari Galar, kemudian Galir, dan dilanjutkan dengan Galur. Apabila tempat distirahat tersebut dianggap kurang lebar, maka hitungannya dilanjutkan sampai ditemukan posisi yang cocok dengan keinginan.

Sikap badan saat tidur juga ada pedomannya. Beberapa diantaranya adalah sebagai berikut:

Posisi kepala mengarah ke timur atau ke arah gunung

Arah timur (kangin) merupakan awal munculnya sinar matahari pagi. Sinar matahari pagi sangat bagus untuk kesehatan. Dalam kepercayaan Hindu, arah timur dikuasai oleh Dewa Iswara yang merupakan dewa penerang kegelapan yang berlambangkan warna putih (suci). Berdasarkan kepercayaan tersebut, maka tidur dengan posisi kepala ke arah timur diyakini masyarakat Bali dapat memberikan energi positif dan pikiran yang suci. Sementara tidur dengan kepala menghadap ke arah gunung (bahasa Bali: Kaja) akan merangsang rasa kerja keras dalam diri manusia. Dalam kebudayaan Baliu, gunung merupakan tempat beristirahatnya para dewa dan leluhur.

Kaki tidak boleh menyilang

Percaya tidak percaya, tertidur dengan kaki menyilang (x) akan membuat manusia mengalami mimpi buruk. Meski belum ada bukti ilmiah yang mendukung mitos ini, banyak masyarakat Bali yang sering mengalaminya. Mereka sering bermimpi buruk ketika tanpa sadar tertidur dengan kaki menyilang. Oleh karena itu, masyarakat Bali berusaha meluruskan kakinya sebelum tidur. Selain bertujuan menghindari mimpi buruk, tidur dengan kaki yang lurus juga dipercaya dapat melancarkan aliran darah.

Tidak boleh berselimut hingga menutupi wajah

Tidur dengan seluruh tubuh tertutup selimut membuat kita terlihat seperti orang yang meninggal dunia. Hal ini adalah tabu bagi masyarakat Bali. Menurut kebudayaan mereka, tidur dengan berselimut menutupi seluruh tubuh dapat mengundang energi jahat dalam tidur kita. Jadi, kita hanya boleh berselimut hingga sampai batas leher atau pundak. Jika udara terlalu dingin, maka disarankan untuk menggunakan topi (atau penutup kepala sejenis) untuk melindungi dari udara dingin tersebut.

Lalu bagaimana jika aturan tentang tidur ini dilanggar?

Secara adat atau hukum sosial tidak ada hukuman bagi orang yang melanggar aturan-aturan tersebut. Namun, secara “Niskala” akan berdampak pada kehidupan pemakai tempat istirahat yang bersangkutan. Mulai dari sakit hingga kematian. Khusus untuk tempat tidur, memiliki aturan tambahan yaitu; apabila tempat tersebut sudah dianggap selesai dibuat dan sudah pernah digunakan selama 3 hari, maka tempat tesebut dianggap sudah hidup seperti halnya bangunan yang telah diupacarai. Bila ada orang yang berani memotong / merubahnya kemudian setelah itu digunakan sebagai tempat tidur lagi, maka yang memotong / merubah serta yang menggunakannya akan mengalami gangguan dalam kehidupannya.

Aturan ini sudah baku, karena sudah banyak yang merasakan, sehingga Adat Bali tidak mengaturnya secara tertulis kecuali yang tertera dalam Kidung Nitisastra. Selain bertujuan untuk memperoleh rasa nyaman, aturan-aturan tidur ini juga diyakini bermanfaat untuk kesehatan. |sumber