Begini Penjelasan Gempa Tremor Non-Harmonic Hingga Gunung Meletus

Baliberkarya.com – Karangasem. Sejak tanggal 12 Oktober 2017 hingga hari ini, Jumat, 20 Oktober 2017 periode pengamatan hingga pukul 12.00 WITA, Gunung Agung telah dihantam 30 kali gempa tremor non-harmonic.

Kepala Sub Bagian Mitigasi Gunung Api Wilayah Timur Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi (PVMBG), Devy Kamil Syahbana menjelaskan, di gunung api terdapat setidaknya tiga jenis gempa tremor.

“Tremor itu banyak jenisnya di gunung. Ada tremor yang namanya spasmodik atau non-harmonic. Dia itu sebetulnya rentetan gempa-gempa. Gempa satu belum selesai, gempa kedua sudah muncul. Gempa satu dan kedua belum selesai, gempa ketiga sudah muncul,” jelas Devy di Pos Pengamatan Gunung Api Agung di Desa Rendang, Kecamatan Rendang, Kabupaten Karangasem, Provinsi Bali, Jumat 20 Oktober 2017.

Pria lulusan S3 dari Brussel, Belgia ini menerangkan bahwa karakter gempa tremor non-harmonic memiliki frekuensi dorongan yang cukup tinggi. ‎”Dia seperti mendorong. Dia biasanya memiliki frekuensi tinggi. Gempa itu yang terekam di sini,” terangnya.

Lebih jauh Devy mengungkapkan bahwa gempa Tremor non-harmonic biasanya berada di kedalaman lebih dalam di tubuh Gunung Agung. Jika gempa tremor sudah berada di kedalaman ‎dangkal, maka gempa yang muncul itu bukan lagi tremor non-harmonic, melainkan tremor harmonic.

“Kalau dia sudah lebih dangkal dan sudah membuka celah atau rongga yang cukup luas, maka dia mampu menghasilkan yang namanya tremor harmonic,” ungkapnya.

Tremor harmonic, sambung Devy, berkaitan dengan macam-macam hal yang terjadi terkait aktivitas di dalam tubuh Gunung Agung.

“Tremor harmonic ini berkaitan macam-macam. Misalnya air yang dipanaskan dan uapnya mengalir melalui rongga-rongga itu dan ketika dia tertiup angin, suaranya nyaring seperti suling atau resonansi. Itulah yang namanya tremor harmonic,” jelas Devy.

Selain itu, kata Devy, ada pula tremor menerus. Tremor menerus ini terjadi di dekat permukaan kawah. Biasanya, tremor menerus ini menjadi penanda akhir sebelum terjadinya letusan.‎

“Tremor menerus ini sudah di dekat permukaan sekali. Dia berkaitan dengan aktivitas permukaan, berkaitan dengan penjebolan sumbat lava. Selepas Gunung Agung meletus tahun 1963 kan ada sumbat lava, makanya dia tidak berlubang sampai ke bawah. Sumbat lava ini belum berhasil dihancurkan oleh gempa-gempa kemarin,” tegasnya.

Secara hierarki, tuturnya, gempa-gempa tremor kan dimulai dari non-harmonic dan berakhir di tremor menerus. Namun dalam beberapa kasus letusan gunung api, tak melulu hierarki itu berjalan berjenjang.

“Tapi bisa juga dari tremor non-harmonic langsung ke tremor menerus, tidak harus ada tremor harmonic-nya. Karena, tidak semua gunung mempunyai tremor harmonic. Semua gunung memiliki karakter masing-masing. Ada gunung yang sudah punya celah, dia sudah punya dimensi seperti suling,” tutur Devy.

Hanya saja, ujar Devy, soal waktu pasti letusan, hingga kini tak bisa diprediksi. Menurutnya, ada beberapa gunung setelah tremor menerus, beberapa menit kemudian meletus, tapi ada juga yang berjam-jam.

“Kalau sudah tremor menerus dan dia belum bisa menghancurkan sumbat lava, gempanya bisa dirasakan dengan radius makin jauh. Tapi tremor menerus itu pasti ada di setiap gunung,” pungkas Devy.‎(BB).sumber