Gunung Agung Telah Masuki Fase Kritis, Ini Arah Sebaran Abu Vulkanisnya Jika Meletus September

TRIBUN-BALI.COM, AMLAPURA – Aktivitas kegempaan vulkanik dangkal dan dalam semakin tinggi.

Gempa terus dirasakan sampai ke Pos Pengamatan.

Kawah telah mengeluarkan uap air menandakan adanya pergerakan magma ke atas.

Asap pun mulai terlihat di puncak Gunung Agung.

Gejala-gejala tersebut merupakan karakteristik khas Gunung Agung sebelum terjadinya erupsi.

Potensi akan terjadinya letusan Gunung Agung pun sangat tinggi.

“Potensi meletus besar dan belum ada tanda menurun,” kata Kepala Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi (PVMBG), Kasbani, di Pos Pengamatan Gunung Agung, Desa Rendang, Karangasem, Senin (25/9/2017).

Gunung Agung, kata Kasbani, dapat dipastikan akan meletus jika telah muncul gempa tremor yaitu gempa permukaan berskala kecil yang terjadi secara terus-menerus.

Sampai Senin siang, seismograf memang belum mendeteksi adanya gempa tremor.

Walau demikian, pergerakan magma terus mendekati permukaan.

“Kalau gempa tremor berarti letusan tinggal menunggu hitungan menit atau jam. Potensinya besar, makanya perlu diantisipasi kawasan rawan bencana untuk menghindari korban,” kata Kasbani..

Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) juga menyebut Gunung Agung telah memasuki fase kritis dan peluang terjadinya letusan sangat besar.

Hal ini ditandai dengan banyaknya gempa vulkanik yang terjadi dalam sehari.

“Sehari terjadi rata-rata 500 kali gempa vulkanik. Kekuatan gempa yang dirasakan rata-rata mencapai 3,5 skala richter,” kata Kepala Pusat Data dan Informasi BNPB Sutopo Purwo Nugroho, di Kantor BNPB, Jakarta, Senin (25/9/2017).

Gempa vulkanik adalah jenis gempa yang diakibatkan aktivitas magma di perut bumi.

Gempa terjadi karena adanya sumbatan dari batuan vulkanik yang berada di kawah.

Gempa vulkanik di Gunung Agung, menurut Sutopo, terjadi di kedalaman 2-3 meter.

Artinya, tergolong dalam gempa vulkanik dangkal.

“Kalau kita lihat pergerakan gempa, berasal sekitar dari Gunung Agung ke arah tenggara, peluang terjadinya letusan sangat besar,” ujarnya.

Berdasarkan pantauan di Pos Pengamatan Gunung Agung, Senin kemarin, gempa terus mengguncang wilayah Gunung Agung dan sekitarnya.

Terhitung sampai pukul 12.00 Wita, terjadi 593 kali gempa dengan rincian 368 kali gempa vulkanik dalam, 189 kali kali vulkanik dangkal, dan 36 kali tektonik lokal.

Dari periode tersebut, sebanyak lima kali gempa yang terasa getarannya dengan skala III MMI, diukur dari puncak Gunung Agung sampai pos pengamatan.

Dengan kondisi itu, menurut Sutopo, potensi erupsi Gunung Agung menjadi besar.

Namun BNPB belum bisa memastikan kapan gunung dengan ketinggian 3.142 meter di atas permukaan laut itu akan meletus.

Sutopo mengingatkan bahwa pada fase-fase kritis, biasanya gunung aktif memiliki banyak potensi untuk meletus.

“Meskipun status awas belum tentu akan meletus, karena tergantung tekanan. Tapi potensi meletusnya tinggi,” kata dia.

Ketidakpastian terkait letusan Gunung Agung, diakui Sutopo, karena kurangnya data panjang erupsi letusan Gunung Agung.

Bahkan data letusan yang terjadi pada 1963 pun diakui Sutopo tidak terlalu lengkap.

“Data erupsi 54 tahun lalu pun tidak lengkap, jadi kita hanya memanfaatkan hasil penelitian dan kemungkinan erupsi saat ini,” kata dia.

Terkait kemungkinan sebaran abu vulkanis, Sutopo juga belum bisa memastikan.

Namun, jika Gunung Agung meletus antara September dan Oktober maka bisa dipastikan sebaran abu vulkanis bisa menyebar ke daerah Barat Daya, dan Barat yakni daerah Jawa Timur.

Jika Gunung Agung meletus di antara November hingga Januari, sebaran abu vulkanis akan mengarah ke Timur yakni bisa berdampak ke kawasan NTB dan NTT.

Tren Penggelembungan

Kasbani menambahkan, saat ini Gunung Agung mengalami tren penggelembungan.

Hal ini terjadi seiring meningkatnya aktivitas vulkanik gunung tertinggi di Bali ini.

“Ini kan kami memantau terus, ada tren penggelembungan atau mengembang. Istilahnya inflasi,” kata pria yang sudah 27 tahun kerja di PVMBG sebagai pemantau gunung.

Namun, Kasbani belum bisa membeberkan besaran penggelembungan Gunung Agung karena sedang dihitung dan dilakukan pembandingan dengan pengamatan pada waktu sebelumnya.

Penggelembungan diukur dengan menggunakan lintasan IDM dan Telting serta pantauan satelit.

Secara sederhana, penggelembungan adalah terdorongnya gunung ke arah atas skibat aktivitas magma di perut gunung.

“Jaraknya bisa meningkat, sudutnya juga karena ada sesuatu yang mendorong,” kata Kasbani.

Tren Penggelembungan itu juga dibenarkan Sutopo.

Hal ini dikatakan karena adanya pergerakan magma ke atas.

Pergerakan magma ini ditandai keluarnya uap air di kawah Gunung Agung.

Sutopo mengibaratkan Gunung Agung seperti balon yang tertekan energi dan terus mengembung.

“Kalau ada energi yang tersumbat, ibaratnya balon dikasih energi, maka dia akan ada pengembungan,” ucapnya.

Pada Senin kemarin, visual gunung kabut 0-I hingga kabut 0-III.

Asap kawah tidak teramati.

Begitu juga kondisi cuaca berawan, mendung, dan hujan.

Angin bertiup lemah ke arah barat.

Suhu udara 22-23 derajat Celcius dan kelembapan udara 87-88 persen.

Volume curah hujan 9 mm per hari.

Tetap Radius 9-12 Km

Meski Gunung Agung telah memasuki fase kritis dan potensi besar erupsi, sampai kemarin BNPB belum ada rencana memperluas area kawasan rawan bencana (KRB) letusan gunung tersebut.

Sebelumnya BNPB telah menetapkan zona bahaya di wilayah dengan radius 9-12 kilometer dari puncak gunung.

Peta KRB dibuat untuk mengetahui aliran lava, arah awan panas, abu vulkanik, dan lainnya.

Peta disusun berdasarkan sejarah letusan Gunung Agung sebelumnya pada 1963-1964 silam.

Radius terdekat yang harus bebas dari aktivitas manusia adalah 9-12 kilometer (km).

“Sampai sekarang tetap (9-12 km) seperti sekarang, karena secara scientific sudah kita analisis semua dengan baik,” ujar Kepala BNPB Willem Rimpangilei di Pos Komando Penanggulangan Darurat Bencana Gunung Agung, Karangasem, Senin (25/9/2017).

Bahaya radius terdekat yakni 9 km adalah terkena awan panas yang panasnya bisa mencapai 600-800 derajat celcius.

Kecepatan meluncurnya awan panas dari kawah Gunung Agung ke lereng bisa mencapai 300/km per jam.

Selain itu, Willem pun menegaskan pihaknya telah mempersiapkan langkah antisipasi untuk menghadapi letusan Gunung Agung sejak masih berstatus siaga.

“Kami sudah mengantisipasi seminggu sebelumnya, status siaga kami sudah waspada, kami sudah tambah kewaspadaan,” Willem.

BNPB pun menegaskan semua yang berada di radius bahaya erupsi Gunung Agung diimbau untuk mengungsi.

Imbauan ini berlaku tanpa terkecuali.

Untuk saat ini, BNPB telah mengungsikan sebanyak kurang lebih 48.540 ribu jiwa yang tersebar di 301 titik pengungsian yang berada di radius enam kilometer hingga 12 kilometer Gunung Agung yang bisa terdampak letusan.

Pengungsi juga tersebar hampir di seluruh kabupaten/kota di Bali.

Masih ada kurang lebih 62.000 jiwa penduduk yang belum juga mengungsi karena sejumlah alasan.

Petugas terus melakukan penyisiran dan mengimbau agar penduduk mau mengungsi sementara waktu. (*) –sumber