Ini Pedoman PHDI Soal Sembahyang Galungan Bagi Pengungsi

PHDI: Ketua PHDI Bali, Prof. I Gusti Ngurah Sudiana ketika dikonfirmasi terkait surat imbauan pelaksanaan Galungan dan Kuningan bagi pengungsi di ruang kerja barunya, kampus IHDN Denpasar, Rabu kemarin (25/10).

BALI EXPRESS, DENPASAR – Menjelang perayaan hari suci Galungan dan Kuningan minggu depan, beberapa masyarakat bertanya-tanya terkait pelaksanaannya. Terutama bagi umat Hindu yang berada di pengungsian. Karena ada laporan pakrimik (pertanyaan) seperti itu, Ketua PHDI Bali, Prof. I Gusti Ngurah Sudiana, segera melaksanakan rapat bersama Forum Kerukunan Umat Beragama (FKUB) Bali, dan berbagai unsur masyarakat lainnya. Hasilnya, ada beberapa keputusan terkait pelaksanaan hari raya Galungan di pengungsian.

Sudiana mengaku banyak mendapatkan masukan, agar Parisada Bali mencari jalan keluar dari pakrimik masyarakat tersebut. Sehingga menghasilkan sebuah keputusan untuk mengeluarkan surat imbauan, terkait pedoman pelaksanaan perayaan hari Galungan dan Kuningan bagi mereka yang ada di pengungsian.

Pedoman tersebut dituangkan dalam surat edaran nomor 169/PHDI-Bali/X/2017, tertanggal 20 Oktober 2017.

“Pelaksanaan Galungan di Pengungsian boleh diselenggarakan, dengan cara membuat sanggah surya di tempat pengungsian. Dan persembahan hanya cukup dengan sebisanya dan kemampuan saja. Entah itu berupa sodan ataupun berupa canang sari. Kemudian melaksanakan persembahyangan bersama,” terang Rektor IHDN Denpasar tersebut.

Menurut Sudiana, dalam surat edaran PHDI itu sudah dijelaskan bahwa masyarakat Karangasem yang ada di pengungsian agar tetap melaksanakan perayaan Galungan dan Kuningan. Hanya saja sarana dan prasarananya disesuaikan dengan kemampuan. Dan pelaksanaan persembahyangan untuk memuja leluhur, bisa dilakukan di Pura Kawitan terdekat dari tempat mengungsi. Atau bisa juga di Pura Tri Kahyangan Desa Pakraman dengan berkoordinasi terlebih dahulu bersama prajuru desa setempat.

“Karena persembahan yang dihaturkan berdasarkan ikhlas dan bakti. Dan jangan ragu persembahan yang dihaturkan tersebut tidak akan diterima oleh Tuhan. Pasti akan diterima, tidak mungkin tidak. Lakukan dengan sederhana, dan lebih banyak kita mengevaluasi diri,” papar Sudiana.

Ia juga menjelaskan bahwa tujuan dari membuat surat imbauan tersebut, karena Galungan dan Kuningan merupakan suatu momentum untuk mengevaluasi diri. Supaya mendapakan pencerahan pikiran, di samping itu juga agar mendapat sebuah sinar kesucian . Tentu untuk sebuah jalan yang terang menuju Ida Sang Hyang Widhi Wasa (Tuhan).

Sudiana juga mengaku surat tersebut sudah sampai ke kabupaten/kota se – Bali. Bahkan ke group – group di media sosial yang ia miliki, dan sudah ada beberapa yang merespons.

Dalam kesempatan itu pula, Sudiana menambahkan terkait penampahan Galungan, di mana jika ada yang akan menyumbang daging ke pengungsian dipersilahkan. “Kalau ada yang ingin menyumbang daging, silahkan menyumbang. Bila perlu daging yang sudah matanglah, tetapi jangan nyembelih di pengungsian. Kan tidak enak rasanya, jika ada yang dapat daging dan ada yang tidak. Sedangkan kalau menyumbang daging mentah, bisa sekalian pendinginnya. Agar dagingnya tidak mebusuk,” imbuhnya.

Disinggung terkait pengungsi yang ngiringsasuhunannya juga, sedangkan ada tradisi harus melaksanakan melancaran, Sudiana menjelaskan agar adanya koordinasi terlebih dahulu dengan pengurus desa setempat. Kalau bisa, agar dimohonkan supaya jangan dulu untuk melancaran. Terkait kondisi dan situasi yang berada di pengungsian.

(bx/ade/yes/JPR) –sumber