Jero Mangku Gede Ketut Telaga: Tolak Jadi Pemangku, Mobil Masuk Jurang

BALI EXPRESS, TEGALLALANG – Setiap orang yang akan ngayah menjadi pemangku, tanpa disadari ada pantangan yang tidak boleh dilanggar. Terlebih tanda akan menjadi pangayah berawal dari kecil.

Pemangku Pura Agung Gunung Raung, Tegallalang, Gianyar, Jero Mangku Gede Ketut Telaga, sangat merasakan berbagai pantangan yang harus dipatuhi. Kalau tidak, ada saja masalah yang muncul, terutama sakit. Pasalnya, pantangan itu tak semuanya diketahui, sehingga kerap dilanggar .

Jero Mangku Ketut Telaga sejak kecil sakit setiap melewati rumah orang meninggal. Ia juga mengaku sejak kecil ketika dipeluk saat bercanda oleh temannya akan jatuh sakit.

“Waduh kalau menjelaskan tentang pantangan, sangat banyak sekali. Pernah saya berbelanja membeli sayur, juga bubur, ternyata pedagangnya pas cuntaka. Setelah itu saya langsung jatuh sakit,” terangnya kepada Bali Express (Jawa Pos Group) di rumahnya di Desa Taro Kaja, Tegallalang, Gianyar, pekan kemarin.

Begitu juga saat melintasi rumah orang yang meninggal dan ada mayatnya, lanjutnya, sampai di rumah akan sakit .

Guna mengatasi hal itu, lanjutnya, obatnya sangat mudah. ” Hanya menggunakan klungah (kelapa muda) dan air cendana. Airnya itu sebagai penetral ketika mengalami rasa sakit. Terlebih sakit kepala dan sakit pada bagian dalam tubuh,” ujarnya.

Ketika beranjak dewasa, ia lantas ditunjuk sebagai pangayah di Pura Agung Gunung Raung. Dikarenakan belum siap dan tidak percaya, Ketut Telaga mengabaiakan utusan tersebut.

Ketika tidur, ia sempat dibangunkan oleh kakaknya karena ada yang nunas baos terkait pangayah di pura. Dan, ternyata namanya muncul saat nunas raos tersebut untuk menjadi pemangku.

“Sedang enak-enaknya saya tidur saat itu, saya jadi kaget karena tidak tahu apa-apa, ditunjuk jadi pangayah. Karena disuruh langsung ke tempat orang nunas raos, tapi saya tidak mau karena saya sudah tidak menghiraukannya,” terangnya.

Setelah penolakan itu, musibah berdatangan. Ketut Telaga sempat jatuh bersama mobilnya ke dalam sungai. Ketika itu ia sedang gencarnya sebagai pengusaha batu padas. Bahkan, sendirian dan yang pertama mejadi penjual batu padas di daerah Taro.

Berkaca dari berbagai kejadian itu, akhirnya tugas ngayahnya diterima dan dijalankan hingga kini. Apalagi menjadi pemangku memang keturunan dari leluhurnya.

(bx/ade/rin/yes/JPR) –sumber