KARMA PHALA, TRI KAYA PARISUDHA, DAN PUNARBAWA

Om Swastiastu
Om Awignamastu

Karmaphala akan selalu melekat pada diri manusia, tak seorangpun dapat melepaskan diri dari kukum tersebut. Di dalam kitab sarasamuccaya disebutkan sebagai berikut

Yuvaiva dharmamasilah syadanityam khalu jivitam

Ko hi janati kadyadya mrtyusena patisyati ( SS.31 )

Matangnyan pengpongan wenangta, mangken rare ta pwa kitan lekasakena agawe dharmasadhana, apan anitya iking hurip, syapa kari wruha ri tekaning pati, syapa mangwruhan ri tekaning patinya wih

Terjemahan :

Karena itu, pergunakanlah sebaik – baiknya kemampuan yang ada sekarang selama anda masih muda, hendaklah anda lekas – lekas melakukan pekerjaan yang bersandarkan dharma, sebab hidup ini tidak tetap, siapa gerangan akan tahu tentang datangnya maut, siapa pula akan member- tahukan akan datangnya maut itu,

A dhumagrannivarttante jnatayah saha bandhavih

Yena taih saha genvyam tat karma sukrtam kuru ( SS.32 )

Apanikang kadang warga rakwa, ring tunwan hingan ikan pangateraken, kunang ikang tumut, sehayanikang dadi hyang ring paran, gawenya subhasubha juga, matangnyan prihena tiking gawe hayu, sahayanta anuntunaken ri pona dlaha

Terjemahan :

Karena kagum kerabat itu, hanya sampai di tempat pembakaran ( kubur ), batasnya mereka itu mengantarkan, adapun yang ikut menemani roh di akherat adalah perbuatan yang baik, ataupun yang buruk saja, oleh karena itu hendaklah diusahakan berbuat baik, yaitu teman anda yang menjadi pengantar ke akhirat kelak.

Dengan sepenuhnya menyadari bahwa setiap perbuatan dapat menimbulkan efek positif dan efek negatif maka agama Hindu mengajarkan karma patha yaitu sepuluh pengendalian hawa nafsu yang ditimbulkan oleh pikiran, perkataan, dan perbuatan. Adapun karmaphata diuraikan dalam Sarasamuscaya sloka 74, 75, dan 76.

Anabhidyam parasvesu sarvasatvesu carusam

Karmanam phalamastiti trividham manasa caret ( SS.74 )

Prawrttyaning manah rumuhun ajarakena, telu kwehnya, pratyekanya, si tan engine adengkya ri drbyaning len, si tan krodha, ring sarwa sattwa, si mamituhwa ri hana ning karmaphala, nahan tang tiga ulahaning manah, kahrtaning indriya ika

Terjemahan :

Tindakan dari gerak pikiran terlebih dulu akan dibicarakan, tiga banyaknya, perinciannya : tidak ingin dan dengki pada kepunyaan orang lain, tidak berikap gemas kepada segala mahluk, percaya akan kebenaran ajaran karmaphala, itulah ketiganya perilaku pikiran yang merupakan pengendalian hawa nafsu.

Asatpralapam parusyam paicunyamanrtam tatha

Vatvari vaca rajendra na jalpennanucintayet ( SS.75 )

Nyang tanpa prawrttyaning wak, pat kwehnya, pratyekanya, ujar ahala, ujar aprgas, ujar picuna, ujar mithya, naha tang pat singgahananing wak, tan ujarakena, tan anggena – ngenan, kojaranya.

Terjemahan :

Inilah yang tidak patut timbul dari kata – kata, empat banyaknya, yaitu perkataan jahat, perkataan kasar menghardik, perkataan memfitnah, perkataan bohong ( tak dapat dipercaya ), itulah keempat harus disingkirkan dari perkataan, jangan diucapkan, jangan dipikir – pikir akan diucapkan.

Pranatipatam stainyam ca paradaranathapi va

Trini papani kayena sarvatah parivarjavet ( SS.76 )

Nihan yang tan ulahakena, syamatimati mangahalahal, si paradara, nahan tang telu tan ulahakena ring asing ring parihasa, ring apatkala, ri pangipyan tuwi singgahana jugeka.

Terjemahan :

Inilah yang tidak patut dilakukan : membunuh,mencuri, berbuat zina, ketiganya itu jangan hendaknya dilakukan terhadap siapapun, baik secara berolok – olok, bersenda gurau, baik dalam keadaan dirundung malangm, keadaan darurat dalam khayalan sekalipu, hendaknya dihindari saja ketiganya itu.

Penjelasan :

Karmaphata diuraikan dalam Sarasamuscaya sloka 74, 75, dan 76, yang masing-masing menjelaskan tentang konsep Tri Kaya Parisudha, yaitu berpikir, berkata dan berbuat.

Tindakan dari gerak pikiran terlebih dahulu akan dibicarakan, yaitu :

1. Tidak ingin dan dengki pada kepunyaan orang lain;
2. Tidak bersikap gemas kepada semua mahluk;
3. Percaya pada kebenaran ajaran karmaphala.
Itu adalah ketiga perilaku pikiran yang merupakan pengedalian hawa nafsu ( SS.74 )

Inilah yang tidak patut timbul dari perkataan, yaitu :

1. Berkata kasar;
2. Berkata memfitnah;
3. Perkataan bohong ( tidak dapat dipercaya );
4. Berkata jahat.

Itu adalah keempat cara berkata yang harus disingkirkan, jangan diucapkan, jangan dipikirkan untuk diucapkan ( SS.75 )

Dalam tindakan berbuat, adapun hal yang tidak boleh dilakukan, yaitu :

1. Membunuh;
2. Mencuri.
3. Berbuat zina
Ketiganya itu jangan hendaknya dilakukan kepada siapapun,baik secara berolok – olok,bersenda gurau, baik dalam keadaan dirundung malang, keadaan darurat dalam khayalan sekalipun, hendaknya hindari saja ketiganya itu ( SS.76 )

Adapun pengendalian pikiran, perkataan, dan perbuatan merupakan kunci keberhasilan dari umat Hindu menuju Jagadhita-moksa. Menuju kebahagiaan jasmani dan rohani. Menuju kedamaian yang selama ini kita tinggalkan. Kita merasa mengejar “si damai” itu namun kita tak pernah sampai, karena lebih banyak menggunakan lidah daripada tindakan. Jika menginginkan kedamaian bertapalah dalam segala pikiran, perkataan dan perbuatan, untuk meminimalkan segala kejahatan, segala keburukan yang tidak mengenakkan. Jika hal ini tidak dilaksanakan sebagai karma yoga, maka bersiaplah menuju Jagadbhuta-moha, sudah pasti hanya kehancuran, penderitaan dan kesengsaraan yang tiada akhir yang akan dijumpai.

Asing sagawenya dadi manusa

Ya ta mingetaken de Bhatara Widhi

Apan sire pinaka paracaya Bhatara

Ring cubhacubha karmaning janma

( Wrhaspati Tattwa 22 )

Artinya : Segala apa yang diperbuat di dalam menjelma menjadi manusia, itulah yang dicatat oleh Ida Sang Hyang Widhi, karena Dia sebagai saksi baik buruk perbuatan manusia.

Bhatara Dharma ngaran ira Bhatara Yama

Sang kumayatnaken cubhachuba prawrtti sekala janma

( Agastya Parwa 355.15 )

Artinya : Bhatara Dharma bergelar Bhatara Yama adalah pelindung keadilan yang mengamati baik buruk perbuatan manusia. Baik buruk dari itu akan memberi akibat yang besar terhadap kebahagiaan atau penderitaan hidup manusia.

Penjelasan

Jadi segala baik dan buruk suatu perbuatan akan membawa akibat tidak saja di dalam hidup sekarang ini, tetapi juga setelah di akhirat kelak, yakni setelah atman dengan sukma sarira terpisah dari badan dan akan membawa akibat pula dalam penjelmaan yang akan dating, yakni atman dengan suksma sarira memasuki badan dan wadah yang baru. Hukuman dan rahmat yang dijatuhkan oleh Sang Hyang Widhi ini bersendikan pada keadilan. Pengaruh hukum karma ini lah yang akan mempengaruhi watak manusia. Terlebih hukum kepada roh yang selalu melakukan dosa semasa penjelmaannya, maka derajatnya akan semakin bertambh merosot. Hal ini dijelaskan dalam weda sebagai berikut :

Dewanan narakan janturjantunam narakan pacuh

Pucunam narakam nrgo mrganam narakam khagah

Paksinam narakam vyalo vynam narakam damstri

Damstrinam narakam visi visinam naramarane

( Clokantara 40. 13 – 14 )

Artinya : Dewa neraka menjelma menjadi manusia. Manusia menjadi ternak. Ternak menjadi binatang buas, binatang buas neraka menjadi burung, burung menjadi ular dan ular neraka menjadi taring dan yang jahat menajadi bisa karena bisa dapat membahayakan manusia.

Demikian kenerakaan yang dialami oleh atman, yang selalu berbuat jahat semasa penjelmaannya di dunia. Jika penjelmaan itu telah sampai pada limit yang terhina, akibat dosa, maka ia tetap akan menjadi dasar terbawah dari kawah neraka.

Om Santih Santih Santih Om –sumber