Cerita diawali dengan dikutuknya Prabu Parkesit oleh Sang Srenggi, bahwa ia akan tewas digigit oleh Naga Taksaka tujuh hari lagi akibat kesalahannya, dan terjadilah demikian. Setelah Prabu Parikesit wafat, putranya Janamejaya diangkat sebagai raja. Di kemudian hari, putra dari Prabu Parikesit, yaitu Prabu Janamejaya, mengetahui bahwa ayahnya wafat karena digigit Naga Taksaka, kemudian beliau memutuskan untuk meyelenggarakan yadnya Sarpa yaitu upacara kurban ular, guna membinasakan Naga Taksaka dan seluruh Naga dan ular lainnya.
Upacara kurban ular, kekuatannya sangat luar biasa hebat. Upacara ini menyebabkan para Naga dan ular seantero Bumi dan langit, bagaikan ditarik, hingga terjatuh, terbakar dan binasa dalam api upacara tersebut. Yadnya Sarpa ini hampir memusnahkan semua Naga dan ular di Bumi dan langit.
Namun atas permintaan dari sang paman, Sang Naga Basuki, datanglah Sang Astika ke tempat upacara yadnya Sarpa berlangsung untuk menolong para Naga dan para ular dari kepunahan. Sang Astikalah yang akhirnya mampu membebaskan dan menolong para Naga dan para ular dari api upacara kurban ular tersebut. Sang Astikalah yang akhirnya mampu membujuk Sang Prabu Janamejaya untuk menghentikan upacara kurban ular atau yadnya Sarpa tersebut.
Siapakah Sang Astika?
Sang Astika adalah putra dari Sang Jaratkaru, seorang Brahmana pertapa yang sakti, dengan istrinya Naga perempuan bernama Nagini, adik dari Naga Basuki. Sebelum Sang Astika lahir, semasih dalam kandungan ibunya, ayahnya Sang Jaratkaru telah pergi meninggalkan ibunya untuk melanjutkan tapanya, sehingga sejak lahir Sang Astika diasuh, dirawat dan dididik oleh sang paman yaitu Naga Basuki. Sang Astika dibesarkan dan dididik sebagaimana halnya seorang Brahmana, seperti halnya ayahnya adalah seorang Brahmana. Sehingga Sang Astika sangat menguasai berbagai sastra suci Weda.
Sebelum Sang Astika terlahir, Sang Jaratkaru telah mengatakan kepada istrinya Sang Nagini, bahwa putranya inilah yang kelak akan menyelamatkan mereka serta para Naga lainnya dari upacara kurban ular. Dan pada akhirnya ketika upacara kurban ular diselenggarakan oleh Maharaja Janamejaya, ketika jutaan Naga dan ular, bahkan tak terhitung jumlahnya, mulai jatuh, terbakar dan binasa ke dalam api suci kurban ular ini, datanglah Sang Astika dari Nagaloka. Beliau datang sebagai seorang Brahmana muda, dan langsung mengahadap Maharaja Janamejaya. Dengan kemampuannya beliau berhasil menolong para Naga yang hampir punah, terbakar dan binasa didalam api. Dengan tutur katanya, beliau memohon dan membujuk Maharaja Janamejaya untuk menghentikan upacara kurban tersebut agar para Naga dan ular tidak punah. Maharaja Janamejaya, sangat menghormati seorang Brahmana, sehingga meskipun dengan berat hati akhirnya bersedia menghentikan upacara tersebut atas permintaan Sang Astika.
Setelah upacara dihentikan dan para Naga yang lainnya selamat, Sang Astika pun kembali ke Nagaloka. Beliau disambut oleh Sang Naga Basuki dan Naga-Naga lainnya. Sebagai rasa terima kasihnya, para Naga meminta Sang Astika mengajukan permohonan atau meminta anugerah kepada mereka para Naga. Maka Sang Astika pun mengajukan sebuah permohonan, permohonannya inilah yang ada di paragraf terakhir, Bab VIII, lontar Adiparwa, yang dikutif di atas.
Demikianlah sekilas cerita tentang Sang Astika, putra Sang Jaratkaru, penyelamat para Naga dan para ular. Oleh sebab inilah para Naga dan para ular berhutang budi, berhutang nyawa kepada Sang Astika, sehingga mereka para Naga dan ular terikat kewajiban untuk menghormati nama Sang Astika. Sehingga dikatakan bahwa hanya dengan menyebut nama Astika atau membaca, memahami dan menceritakan cerita ini, maka siapapun akan terbebas dari mara bahaya akan gigitan dan gangguan ular.
Mantra mengusir dan mengatasi ular dan gigitannya :
Dalam Bab VIII, Adiparwa juga terselip sebuah mantra, yang diucapkan oleh Sang Astika. Mantra ini dapat dipakai untuk mengusir ular yang mengganggu atau mengatasi gigitannya, mantranya sebagai berikut:
Sarpāpasarpa bhadran te, duram gaccha mahawisam
Janamejaya yadnyante, Astike wasanam smara
Wahai ular, berperilakulah baik, pergilah engkau jauh-jauh, engkau yang sangat berbisa. Ingatlah apa yang dikatakan oleh Sang Astika pada saat upacara kurban ular Maharaja Janamejaya.
Ucapkanlah mantra ini, sambil mengingat cerita Sang Astika, maka dengan siddhi dari mantra ini, tidak ada satupun ular yang akan berani mengganggu atau mendekat, baik di pekarangan rumah ataupun tempat lainnya yang memang bukan habitatnya. Dan bagi yang terkena gigitan ular, pengulangan mantra ini, dengan siddhinya akan menganugerahkan kesembuhan. –sumber