Makna dan Cara Pelaksaan Siwaratri

Di dalam agama Hindu terdapat Hari Raya Siwaratri, yang dilaksanakan setahun sekali setiap purwaning tilem ke-7 (sasih kepitu) tahun Caka.  Hari Raya Siwaratri ialah hari suci yang digunakan dalam rangka melakukan pemujaan terhadap Sang Hyang Widhi dalam manifestasi-Nya sebagai Dewa Siwa.

Pengertian  dan Makna Siwaratri

Siwaratri artinya malam Siwa. Jika diuraikan terdiri dari 2 kata, yaitu Siwa dan Ratri. Siwa dalam bahasa Sansekerta berarti baik hati, suka memaafkan, memberi harapan dan membahagiakan dan juga Siwa dapat diartikan sebagai sebuah gelar atau nama kehormatan untuk salah satu manifestasi Tuhan yang diberi nama atau gelar kehormatan Dewa Siwa, dalam fungsi beliau sebagai pemerelina untuk mencapai kesucian atau kesadaran diri yang memberikan harapan untuk kebahagian.

Sedangkan Ratri artinya malam, yang dapat diartikan juga sebagai kegelapan. Jadi Siwaratri dapat diartikan sebagai malam pemerilina atau pelebur kegelapan dalam diri dan hati untuk menuju jalan yang lebih terang.

Dalam memaknai Hari Raya Siwaratri tidak sedikit yang beranggapan bahwa Siwaratri bertujuan untuk melebur dosa. Benarkah demikian? Lantas bagaimana dengan adanya Hukum Karma Phala? Jika dosa bisa dilebur hanya dalam satu malam (Siwaratri ). Menurut pengamat agama Gusti Ketut Widana mengatakan, secara tatwa sesungguhnya Siwaratri merupakan malam perenungan dosa, (bukan peleburan dosa), dengan tujuan tercapainya kesadaran diri. ”Secara tatwa, sesungguhnya Siwaratri itu simbolisasi dan aktualisasi diri dalam melakukan pendakian spiritual guna tercapainya ‘penyatuan’ Siwa, yaitu bersatunya atman dengan paramaatman atau Tuhan penguasa jagat raya itu sendiri.

Sebagai malam perenungan, kita mestinya melakukan evaluasi atau introspeksi diri atas perbuatan-perbuatan selama ini. Pada malam pemujaan Siwa ini kita memohon diberi tuntunan agar dapat keluar dari perbuatan dosa.

Cara Pelaksaan Siwaratri

Secara rinci Kegiatan- kegiatan yang dilaksanakan pada hari Siwaratri adalah sebagai berikut:

  1. Sebelum melaksanakan seluruh kegiatan, maka terlebih dahulu dilaksanakan persembahyangan yang diperkirakan selesai tepat pada jam 06.00 dinihari
  2. Monabrata atau berdiam diri dan tak berbicara. Pelaksanaannya dilangsungkan di pagi hari dan dilakukan selama 12 jam tepatnya dari jam 06.00 – 18.00.
  3. Mejagra atau tidak tidur selama semalaman. Pelaksanaannya berlangsung dari pagi sampai pagi hari di keesokan harinya yang dilakukan selama 36 jam dari jam 06.00 – 18.00 di keesokan harinya.
  4.  Upawasa atau tidak makan dan tidak minum. Puasa ini dilakukan selama 24 jam dari jam 06.00 – 06.00. Apabila sudah 12 jam maka diperbolehkan untuk makan dan minum dengan syarat bahwa nasi yang dimakan ialah nasi putih dengan garam dan minum air putih (air tawar tanpa gula).

Dalam Agama Hindu selalu ada tingkatan Nista, Madya dan Utama yang bisa dipilih sesuai kemampuan, begitu pula  dalam melaksanakan Siwaratri.

  1. Tingkat Utama, melaksanakan :
    1. Monabrata (berdiam diri dan tidak berbicara),
    2. Mejagra (berjaga, tidak tidur), 
    3. Upawasa (tidak makan dan tidak minum)
  2. Tingkat Madya, melaksanakan :
    1. Mejagra, 
    2. Upawasa
  3. Tingkat Nista, melaksanakan :
    1. Mejagra

Dalam menjalankan kegiatan Siwaratri diakhiri dengan melakukan persembahyangan dan memohon kepada Sang Hyang Siwa supaya diberikan berkah dan ampunan, dan juga dikembalikan menjadi manusia yang suci dan paripurna serta memohon ditunjukan jalan terang agar terhindar dari perbuatan dosa.

Jadi dapat disimpulkan bawah Hari Raya Siwaratri bukanlah hari penebusan dosa melainkan perenungan dosa yang selama ini telah kita perbuat. Hukum Karmaphala tetap akan berlaku, akan tetapi diyakini dengan menjalankan Brata Siwaratri niscaya kedepannya kita akan mampu mengendalikan diri sehingga dapat terhidar dari perbuatan dosa.

Semoga artikel ini dapat bermanfaat. Jika terdapat penjelasan yang kurang tepat atau kurang lengkap. Mohon dikoreksi bersama. Suksma —sumber