Mengenal Ilmu Leak Pepasangan

Pepasangan adalah benda yang diisi kekuatan gaib atau magis, serta ditanam di dalam tanah atau disembunyikan secara rahasia di tempat tertentu dengan tujuan untuk membencanai seseorang. Benda tersebut dapat berupa tulang, taring binatang, gigi binatang, daun rontal yang telah dirajah, rambut, kertas berajah, kain yang telah diberi lukisan gaib.

Yang kerap dipergunakan adalah bagian dari tubuh binatang berupa tulang dan taring dari anjing, babi, kera, serta tulang ayam. Taring dari babi jantan yang besar (celeng kaung), tulang anjing berbulu merah (kesaktian dari Dewa Brahma), disembelih pada hari Kajeng kliwon dan diambil tulang atau taringnya, merupakan bahan yang paling ampuh sebagai papasangan. Setelah diberi rerajahan, berupa gambaran magis berbentuk bhuta-bhuti atau aksara sakti serta senjata dari para Dewa, sambil dimantrai, papasangan itu ditanam di pekarangan orang yang akan dibencanai

Berlainan dengan desti, maka benda papasangan itu harus ditanam di lingkungan rumah orang yang akan dikenai atau disembunyikan di tempat yang sering dilalui oleh orang tersebut, tidak bisa dikirim dengan kekuatan gaib. Benda papasangan tersebut harus dekat dengan orang yang akan dibencanai. Malahan yang terbaik adalah ditempatkan di tempat tidurnya, sehingga dapat kontak yang lama. Pada waktu menaruh atau menanam papasangan inihendaknya tidak diketahui orang lain. Bila diketahui maka kesaktian atau keampuhan dari benda tersebut akan lenyap.

Contoh papasangan yang umum dibuat adalah dari tulang anjing ( bagian yang kecil-kecil) dari taring babi yang panjang. Diberi rarajahan berupa gambar magis berbentuk bhuta-bhuti dan aksara sakti serta nama orang yang akan dikenai papasangan. Lalu diikat dengan benang tri-datu. Benang tiga warna : merah-putih-hitam. Seluruh tulang yang telah diikat dengan benang ini dibungkus dengan kain putih yang telah diberi rarajahan. Benda yang telah terbungkus ini kemudian ditanam di pekarangan rumah atau di jalan keluar masuknya orang yang dituju, disertai mantera tertentu.

Untuk dapat menaruh papasangan ini di bawah tempat tidur orang yang akan dituju , biasanya Balian Pangiwa ini tahu ilmu sesirep, ilmu membuat orang mengantuk, kemudian tertidur pulas. Setelah menguncarkan mantera sesirep ini, maka orang yang berada di sekitar tempat itu akan tertidur. Dengan demikian akan mudah untuk menanam papasangan tersebut. Biasanya ilmu sesirep ini manjur pada malam hari, terutama tengah malam atau pada tengah hari di siang hari.

Menurut para Balian, penggunaan tulang sebagai media dalam pembuatan papasangan ini dimaksudkan agar tahan lama dan berasal dari mahluk hidup, terutama manusia atau binatang. Karena itu dipilih tulang atau taring binatang, karena hidup, tahan lama dan gampang diperoleh dibandingkan yang berasal dari manusia. Tulang atau taring ini dipercayai mempunyai suatu kekuatan penyalur magis yang lebih kuat daripada bahan lainnya yang mudah lapuk.

Kekuatan gaib yang diisi pada tulang yang telah ditanam itu akan terus memancar keluar dan mengenai orang yang dituju, sehingga menjadi sakit. Keseimbangan api air udara dari orang yang dituju akan terganggu, sehingga sakitlah dia. Karena itu benda atau tulang papasangan yang dipergunakan sebaiknya dari binatang anjing atau ayam yang bulunya berwarna merah (lambang api kekuatan Dewa Brahma), warna hitam ( lambang air kekuatan Dewa Wisnu), dan putih (lambang kekuatan udara Dewa Iswara). Dan penempatannya pun disesuaikan dengan lambang kekuatan tersebut. Tulang papasangan dari binatang yang berbulu merah ditanam didekat api, yakni didapur.

Pepasangan yang berasal dari binatang berbulu hitam, ditanam disekitar air, di dekat sumur atau tempat air. Dan papasangan yang berasal dari binatang yang berbulu putih ditanam dihalaman rumah, di tempat terbuka yang banyak anginnya, yakni di pintu keluar masuk orang yang akan dibencanai. Selama papasangan itu berada di sana, maka orang yang diinginkan untuk disakiti akan terus menderita sakit. Bahkan dapat meninggal.

Untuk penyembuhannya maka dicarikan Balian Penengen. Kadang-kadang sulit memberikan diagnose yang tepat, karena sakit akibat desti maupun papasangan sulit dibedakan. Hanya Balian yang betul-betul sakti yang mampu mendiagnosa dengan tepat. Papasangan ini digali dan setelah dimantrai kemudian dibakar. Abunya dibuang ke laut atau ke sungai, sehingga kekuatan papasangan itu hanyut dan hilang ditelan kekuatan Dewa Wisnu Dewa Usada.

Jika balian tersebut tidak mampu mengatasi papasangan itu atau tidak diketemukan dimana di tanam papasangan teresbut, maka dianjurkan agar si sakit dipindahkan, dikisidang dari tempat semula. Maksudnya dapat pindah kamar tidur, tetapi tidak jarang dipindahkan ke rumah saudaranya yang lain, agar tidak terkena pancaran gaib dari papasangan tersebut, dengan cara ini si sakit akan sembuh kenbali. Dan papasangan yang ditanam di rumahnya makin lama akan semakin surut keampuhannya, sehingga akhirnya tidak berkhasiat lagi sebagai papasangan. –sumber