SULUH BALI, Denpasar – Ketika mendengar kata rangda maka terbayang lah pada sosok yang dipersonifikasikan dalam bentuk wajah yang menyeramkan. Di Bali rangda sendiri diwujudkan sebagai sosok angker yakni berambut terurai panjang, ubun-ubun mengeluarkan api, lidah terurai panjang dan berapi, mata mendelik dan gigi besar dengan taring tajam.
Lalu bagaimana asal-usul rangda itu? Dan siapa sesungguhnya Rangda Ing Dirah?. Dilihat dari arti kata Rangda Ing Dirah dalam bahasa Indonesia berarti janda dari Girah. Dalam kutipan lontar Calonarang disebutkan ada kata “hana pwa randa lingen, umungwingkanang Girah, Calwan Arang pengaran ika” yang mana berarti tersebutlah ada seorang janda yang bertempat tinggal di Girah, Calon Arang namanya.
Rangda atau Calon Arang sering juga disebut dengan nama Ni Walunateng Dirah yang artinya sama sebagai janda dari Dirah/Girah. Ni Calon Arang dikisahkan juga memiliki anak yang sangat cantik bernama Ni Dyah Ratna Mangali.
Akan tetapi, walaupun Ni Dyah Ratna Mangali berparas cantik jelita namun tidak ada seorang pun yang berani melamarnya. Hal ini disebabkan karena diketahui bahwa Ni Calon Arang dikenal memiliki kekuatan hitam (leak).
Merasa anaknya tidak laku karena tidak ada satupun yang berani melamarnya, maka muncullah amarah Ni Calon Arang dan memutuskan untuk pergi ke kuburan yang bernama Setra Gandhamayu. Dalam perjalanannya ke Setra Gandhamayu, Ni Calonarang diiringi oleh murid-muridnya yang bernama Ni Rarung, Wreksirsa, Mahisawandana, Lendya, Lendi, Lendi, Guyang dan Gandi.
Di Setra Gandamayu Ni Calon Arang dan semua muridnya menari-nari dengan melakukan ritual memohon kehadiran Dewi Durga yang menguasai setra (kuburan). Permohonannya adalah untuk memperoleh kekuatan dan juga menebar penyakit di daerah Girah.
Pada prosesi persembahan kepada Dewi Durga yang bergelar Sang Hyang Bhairawi, Calon Arang dan muridnya menggunakan mayat yang diambilnya di kuburan. Sementara Ni Calon Arang sendiri melakukan prosesi bertapa dengan memakai perhiasan Raja Bhusana (busana kebesaran).
Adapun busana yang dipakai oleh Ni Calon Arang yakni diambil dari organ tubuh mayat yang diambil di kuburan, diantaranya dahinya dihias dengan hati, rambutnya dan mukanya diminyaki dengan darah, di bahu dan gelang tangannya dihiasi dengan paru-paru, usus besar dan usus halus yang panjang digunakan sebagai selempang, tutud dipakai sebagai anting-anting, kekurub menggunakan jejaring manusia.
Setelah lengkap dengan busana kebesarannya kemudian menghadaplah kepada Dewi Durga, dengan ketekunannya dalam melakukan pemujaan di setra Gandhamayu maka ia dan murid-muridnya dianugerahi kekuatan serta mampu untuk menebar segala macam penyakit di kerajaan Kediri.
Kekuatan anugerah yang didapatnya dari Dewi Durga ini menguatkan Ni Calon Arang menjadi “Reratuning Pengiwa-iwa” rajanya para penekun ilmu kiwa/kiri leak. Ni Calon Arang memiliki berbagai kesaktian pengleyakan yang tiada mampu untuk menandinginya.
Dalam versi lontar Calonarang, dikisahkan Ni Calon Arang ahirnya dapat dibunuh oleh Mpu Bahula sesuai saran Mpu Beradah, yakni terlebih dahulu melumpuhkan kekuatannya dengan cara mencuri pustaka suci Ni Calon Arang.
Sosok Ni Calon Arang ini kemudian mengilhami adanya sosok rangda di Bali dengan wujud yang menyeramkan sebagai ratunya para penganut ilmu leak. Cerita ini kisah Ni Calonarang juga berkembang di Bali menjadi pementasan kesenian berbentuk drama tari Calonarang. (Sb-Skb) –sumber