Permata Kesabaran

Tidak ada api yang lebih berbahaya dari kemarahan, tidak ada permata yang lebih indah dari kesabaran. Itu pesan yang sering terdengar di komunitas jiwa-jiwa yang indah. Yang menjadi pertanyaan nyaris semua orang, bagaimana memadamkan api kemarahan sekaligus menemukan permata kesabaran.

Dalam bentuknya yang sederhana namun dalam, kemarahan terjadi karena seseorang tidak mendapatkan apa-apa yang dia sukai, atau mendapatkan apa-apa yang ia tidak sukai. Dan kerangka suka dan tidak suka ini adalah buah pengkondisian yang berumur sangat panjang. Tidak bisa dihilangkan dalam sekejap.

Perhatikan anak-anak kecil yang sedang bermain di pinggir pantai. Seindah apa pun bangunan pasir yang mereka bangun, dalam waktu sekejap sudah dihancurkan oleh ombak. Hal yang sama juga terjadi dengan reputasi, nama baik, kekayaan, serta bangunan indah kehidupan yang lain. Persoalan waktu ia akan dihancurkan oleh ombak bernama waktu.

Siapa saja yang bisa mengerti dalam-dalam sifat tidak kekal dari semuanya, di satu sisi kualitas kemarahannya menurun. Di lain sisi, kualitas kesabarannya menaik. Orang yang dicerca mirip lumpur. Orang yang dipuja serupa bunga lotus. Sejalan dengan pertumbuhan waktu, lumpur sedang menjadi lotus, lotus sedang menjadi lumpur.

Disamping tidak kekal, semuanya sedang mengalir. Setiap ciptaan di alam ini mengalir. Tokoh yang banyak pengikutnya di hari ini, bisa menjadi penghuni lembaga pemasyarakatan di hari lain. Remaja yang dibenci temannya di suatu hari bisa jadi pemimpin di hari lain.

Merenung di atas tumpukan bahan renungan seperti ini, kapan saja kemarahan datang menggoda selalu ingat sifat alami semuanya yang tidak kekal sekaligus mengalir. Tidak saja orang luar yang melukai tidak kekal, pikiran di dalam juga tidak kekal. Tidak saja pencerca di luar mengalir, suasana hati di dalam juga mengalir.

Idenya sederhana namun pelaksanaannya yang jauh dari sederhana. Terutama karena kepintaran, kesuksesan, keakuan sudah lama sekali memaksa agar yang disukai itu kekal dan permanen. Yang tidak disukai diharapkan pergi sejauh-jauhnya. Tidak mudah membuat kepintaran, kesuksesan yang bersekutu dengan keakuan untuk mengalir.

Tapi siapa saja yang mau sembuh dari penderitaan, lebih-lebih mau menemukan permata kesabaran, tidak ada pilihan yang lain selain tekun melatih diri agar memiliki pikiran yang cair, serta hati yang mengalir.

Suatu hari seorang Guru beladiri di pulau Okinawa Jepang dicegat dan ditantang berkelahi oleh seorang tentara AS yang sedang mabuk. Dengan sopannya, Guru bela diri ini tersenyum sambil lari menjauh. Murid yang ada di sebelahnya terbakar amarah kemudian bertanya: ‘kenapa tidak ditendang saja tentara mabuk tadi?’. Dengan tersenyum Guru bela diri ini menjawab: ‘belajar bela diri tidak untuk melukai orang, tapi untuk menjaga orang-orang’.

Inilah contoh konkrit jiwa indah yang sudah berjumpa permata kesabaran. Tentara yang mabuk di suatu sore bisa menjadi pria yang tersenyum di pagi berikutnya. Guru bela diri berbadan kekar di hari ini akan menjadi kakek tua yang berbadan lemah di tahun lain.

Penulis: Guruji Gede Prama
Picture Courtesy: Pinterest

|sumber