Hari Om, Shiwa Om
Sering kita mendengar dalam masyarakat, khususnya masyarakat Hindu apabila ada sesuatu bencana terjadi atau sedang terjadi hal yang mengahantui masyarakat, maka masyarakat menghimbau untuk berdoa atau sembahyang bersama-sama pada malam hari, tengah malam.
Dari pernyataan tersebut sebenarnya kita sudah dapat menarik kesimpulan bahwa agar doa mudah terkabulkan maka yang harus dilakukan adalah;
Pertama, dengan melantunkan nama-nama suci Tuhan (Nama Smaranam) secara beramai-ramai (Sankirtana).
Kedua, bersembahyang pada malam hari. Simple bukan? Tetapi harus dilaksanakan dalam waktu yang sama dan secara rutin.
Sebenarnya tak sesederhana itu, karena agama sebenarnya tidak membenarkan memuja Tuhan dengan bermotif, mengharapkan pahala. Memuja Tuhan yang benar adalah memuja-Nya dengan Iklas. Tanpa itu maka pemuja tidak akan kembali pada Tuhan (moksa).
Didalam kitab Siwa Purana terdapat percakapan Dewa Brahma dengan para Dewa dan para Rsi di kahyangan. Brahma berkata: “Ia yang dari-Nya kata-kata berasal, yang tidak bisa didekati bahkan oleh pikiran, Ia yang dari-Nya seluruh alam semesta termasuk Brahma, Visnu, dan Rudra, para dewa lainnya, semua elemen, dan organ indera bersatu pada saat pertama kalinya. Ia adalah Mahadeva, yang maha tahu, penguasa alam semesta. Beliau hanya bisa dicapai dengan Bhakti yang penuh, dan tidak akan bisa dicapai dengan cara lain. (Siva Purana, Vidyesvara Samitha III.12)
Untuk mencapai beliau yang Maha suci, ada beberapa jalan; tetapi hanya satu yang utama, yaitu dengan jalan Bhakti (Bhakti marga). Hal ini juga sejalan dengan sloka Bhagavad Gita. Dimana disebutkan bahwa ada empat jalan untuk mencari Tuhan (Catur Marga Yoga), tetapi beliau hanya bisa dicapai dengan Bhakti Yoga.
Bhakti yoga adalah istilah dalam agama Hindu yang merujuk kepada praktik pemujaan dengan tulus ikhlas kepada Tuhan maupun kepribadiannya. Memuja Tuhan tanpa motif, tanpa terikat oleh pahala, tanpa tujuan, tanpa permohonan. Hal inilah disebut sebagai Bhakti Yoga Marga.
Memuja Tuhan hanya dimaksudkan sebagai rasa Bhakti dan kewajiban serta pelayanan kepada beliau dengan mencintai/mengasihi semua ciptaan-Nya. Selain itu, menurut kitab Siva Purana, sembahyang tidak pada waktu yang telah ditentukan tidak akan membawa pahala.
Sedangkan di dalam Canakya Nitisastra dianjurkan untuk berjapa (mengulang-ulang nama suci Tuhan) pada setiap saat. Hal ini sebenarnya tidak membingungkan, karena ada ketentuan umum ada ketentuan khusus, ketentuan dalam kitab yang satu tidak menghilangkan atau menghapus ketentuan kitab yang lain, tetapi bisa diikuti salah satunya. Ada berbagai ketentuan mengenai waktu yang baik untuk persembahyangan rutin.
Menurut Manawa Dharmasastra sebuah keluarga yang mengharapkan kebahagian wajib hukumnya melaksanakan Puja dua kali sehari yaitu ketika pertemuan dua waktu (sandi kala), yaitu ketika sebelum matahari terbit dan ketika matahari terbenam. Sembahyang di pagi hari sebagai penebusan dosa perbuatan di malam hari, sembahyang malam atau sore hari sebagai penebusan dosa perbuatan di siang hari. Ada juga ketentuan untuk sembahyang tiga kali sehari, bahkan lima kali sehari. Bahkan seperti disebutkan di dalam berbagai kitab dianjurkan untuk selalu memuja tuhan di setiap saat dengan melantunkan Nama Suci Tuhan (Nama Smaranam).
Di dalam kitab suci Bhagavad Gita dinyatakan bahwa apa diingat oleh seseorang ketika ajalnya tiba, maka seperti itulah ia akan jadinya setelah meninggal. Apabila ketika menjelang meninggal ingat dengan nama suci Tuhan maka seseorang akan mencapai alam Brahma/Brahma Loka (mencapai Tuhan).
Salah satu orang besar yang mengucapkan Nama Suci Tuhan ketika menjelang ajalnya tiba adalah Mahatma Ghandi. Beliau menyebut nama suci-Nya dengan menyebut “Ram..” yang artinya Rama/Tuhan. Dengan demikian, kemugkinan atman/roh Mahatma Ghandi mencapai alam Brahma. dari uraian tersebut maka memuja atau melantunkan nama suci Tuhan setiap saat memiliki peranan penting agar ketika ajal tiba mengingat Tuhan dan nama suci Tuhan.
Kembali pada tema, tradisi sembahyang bersama dan sembahyang di malam hari memiliki dasar hukum di dalam kitab suci ataukah hanya sebuah tradisi yang harus dijalankan secara turun temurun?
Pernah suatu ketika saya ditanya oleh seorang ibu-ibu “apakah nama untuk sembahyang malam hari, apakah ada dasar hukumnya di dalam kitab suci Hindu?” Waktu itu saya tidak bisa memberikan jawaban dengan pasti. Saya hanya mengatakan bahwa di dalam ajaran Hindu dikenal istilah Sandya Vandana.
Sandya Vandana ini wajib hukumnya dilakukan menjelang matahari terbit (pagi) dan saat sandi kala/menjelang malam (pertemuan siang-malam). Di Indonesia Sandya vandana dilaksanakan tiga kali dan disebut dengan istilah Tri Sandya, tetapi jarang yang melaksanakannya, sebagian besar hanya melaksanakan puja dua kali.
Hal ini sesuai dengan petunjuk Manawa Dharmasastra yang mewajibkan sebuah keluarga sembahyang dua kali sehari. Perlu juga diketahui ada kalanya sandya vandana juga dilakukan di malam hari. Setahu saya tidak ada nama khusus untuk sandya vandana pada tengah malam. Masing-masing waktu sandya vandana, Hal ini dikenal dengan nama yang berbeda di setiap waktu/periodenya.
Di pagi hari disebut prātaḥsaṃdhyā, pada siang hari disebut mādhyānika, dan di malam hari disebut sāyaṃsaṃdhyā. Selain sembahyang tiga kali, juga ada aturan sembahyang pada malam hari. Uraiannya dapat ditemukan dalam kitab Siva Purana yang merupakan kitab bagi mazab Siwaisme.
Oleh karena Hindu di Indonesia sebagain besar bermazab Siwaisme maka apa yang tertulis di dalam kitab Siva Purana sudah dipraktekan dalam kehidupan masyarakat meski tidak diketahui bagaimana bunyi sloka maupun ketentuan kitab suci, yang terpenting apa yang diwajibkan kitab suci sudah terlaksana dalam kehidupan bermasyarakat.
Di dalam Siva Purana, terdapat sebuah percakapan di antara para Rsi agung. Mereka bercakap-cakap tentang pemujaan linggam untuk memuja Siwa. Ada dinyatakan bahwa memuja Tuhan di malam hari lebih mudah terkabulkan atau lebih mudah tercapai apa yang diinginkan oleh pemuja.
Rsi suta berkata: “Dengan mengikuti semua persyaratan, dan memiliki bhakti yang penuh, maka hasil yang diharapkan akan segera tercapai. Semua yang diinginkan akan segera tercapai” (Siva Purana, Vidyesvara Samitha, XI.62)
“Dan jika tidak ada motivasi atau keinginan tertentu dibalik bhakti, dan pelayanannya maka ia akan segera mencapai kesadaran Siva. Dalam tiga periode waktu dalam setiap harinya maka pagi hari adalah waktu yang disarankan untuk melakukan puja wajib, siang hari untuk puja pemenuhan keinginan, sedangkan pada sore harinya adalah puja untuk mengusir segala bentuk kekuatan, dan sifat jahat. Ini juga berlangsung hingga malam harinya” (Siva Purana, Vidyesvara Samitha, XI.63-64) .
Pada pertengahan malam yaitu dalam periode dua Yama (satu yama=3 jam) yang disebut sebagai periode Nisitha. Pemujaan kepada Siva pada periode waktu ini dianggap lebih cepat memberi hasilnya. (Siva Purana, Vidyesvara Samitha, XI.65).
Jika seseorang senantiasa melakukan persembahyangan pada periode waktu ini maka semua yang diinginkan akan cepat tercapai. Khususnya pada jaman Kali Yuga ini, pencapaian bisa tercapai dengan melakukan sesuatu sesuai dengan petunjuk yang sebenarnya.(Siva Purana, Vidyesvara Samitha, XI.66)
Jika seseorang adalah orang yang senantiasa takut akan dosa, dan melakukan perbuatan baik, dan ia melakukan disiplin puja seperti ini maka ia dipastikan akan mendapatkan apa yang diinginkannya.(Siva Purana, Vidyesvara Samitha, XI.67)
Dengan demikian jelas sudah, bahwa sembahyang pada malam hari merupakan anjuran kitab suci untuk lebih mudah tercapainya keinginan pemuja. Dan sekali lagi digaris bawahi, Tuhan hanya bisa dicapai dengan Bhakti yaitu pemujaan tanpa mengharapkan pahala, memuja Tuhan dengan Iklas.
Om Namah Shiva Ya
Om Tat Sat
Oleh : Wagiswara Putra –sumber