Ada saatnya dalam hidup, terutama di awal-awal pertumbuhan, kinerja kehidupan diukur dengan ukuran-ukuran ekonomi seperti tabungan. Namun ada waktunya di mana ukuran ekonomi tidak saja tidak memadai, tapi juga bisa melukai. Bertumbuhnya angka bunuh diri, perceraian, korban narkoba di mana-mana sedang bertutur terang benderang, ekonomi saja jauh dari cukup.
Seperti sepasang suami-istri yang baru berrumahtangga. Bisa menghidupi diri sendiri, memiliki rumah, menyekolahkan anak-anak, tentu saja memerlukan kemampuan ekonomi. Namun sebagaimana terlihat di sana-sini, ekonomi yang bertumbuh tidak selalu diikuti oleh jiwa yang bertumbuh. Dalam sejumlah kisah bahkan terungkap, ekonomi yang bertumbuh malah diikuti oleh jiwa yang roboh.
Penghasilan yang meningkat pesat membuat seseorang berselingkuh, kemudian pasangan hidupnya menuntut cerai, anak-anak bertumbuh berantakan. Ujungnya sangat menyentuh hati, masa tua yang seyogyanya diisi banyak waktu istirahat, malah harus sangat kelelahan karena harus merawat anak-anak yang sakit mental.
Sebelum cerita menyentuh yang sama mengunjungi kehidupan Anda, mari seawal mungkin menjaga keseimbangan antara pertumbuhan ekonomi dengan pertumbuhan kejiwaan. Belajar keras tentu saja baik, bekerja cerdas juga baik, namun mengalokasikan sebagian waktu untuk merawat keluarga tidak kalah baiknya. Ia tidak saja menjadi persiapan menuju masa depan, tapi juga membuat taman jiwa di dalam penuh kesejukan.
Sebagai langkah awal, penting untuk merenungkan dalam-dalam, hanya tukang taman yang badannya sehat yang bisa merawat taman agar bertumbuh sehat. Dengan cara yang sama, hanya ia yang di dalamnya indah yang bisa membuat keluarga menjadi taman jiwa yang indah. Untuk itu, di tengah kesibukan mencari nafkah atau kuliah, selalu sempatkan waktu untuk menyempurnakan senyuman.
Sebagai langkah awal, penting sekali untuk mengenali lambang-lambang senyuman di alam. Dari burung-burung bernyanyi, lumba-lumba berlompatan, bunga bermekaran, anak-anak bermain, pohon yang istirahat dalam kedamaian, sampai bulan dan bintang di atas sana. Tanda dan lambang ini diperlukan dalam keseharian, terutama sebagai pengingat terus menerus, agar seseorang tidak pernah lupa dengan malaikat indah bernama senyuman.
Setiap kali berjumpa tanda-tanda ini, selalu sempatkan untuk tersenyum kecil ke dalam diri. Persisnya, senyuman yang penuh dekapan ke dalam diri. Senyuman yang penuh penerimaan ke dalam diri. Senyuman yang menandakan kalau Anda tidak lagi menyebut diri sebagai korban, melainkan sudah menjadi tuan. Sambil selalu ingat, malaikat penyelamat terbaik untuk diri Anda adalah diri Anda sendiri.
Tidak mudah tentu saja. Namun sesulit apa pun cobaan dan godaan, teruslah melangkah ke depan. Ketekunan adalah sahabat terbaik. Keberanian untuk bangun setelah jatuh adalah pelindung terbaik. Memaafkan adalah tanda kalau seseorang punya bunga jiwa yang sangat indah di dalam. Sebagai bahan renungan, bahkan orang suci yang paling suci pun harus jatuh bangun dalam perjalanan menyempurnakan jiwa.
Kapan saja seseorang bertumbuh jauh di jalan senyuman, kehidupan akan mirip dengan menaiki truk terbuka menuju puncak gunung. Semakin lama hawanya akan semakin sejuk. Kemarahan menurun, kesabaran menaik. Konflik menurun, toleransi menaik. Penghakiman menghilang, persahabatan menjelang. Di tingkat frekwensi energi seperti ini, tidak saja yang bersangkutan bertumbuh indah, lingkungan sekitar juga bertumbuh indah.
Ini yang sering disebut “changing frequency is changing reality”. Begitu seseorang bertumbuh meyakinkan di frekuensi energi yang penuh senyuman dan penuh kedamaian, tidak sedikit orang dekat yang berubah indah tanpa perlu diubah. Siapa saja yang bisa sampai di sini akan mengerti melalui pencapaian, bukan mengerti melalui perdebatan, setiap tanah yang diinjak oleh kaki menjadi tanah yang penuh senyuman.
Penulis: Guruji Gede Prama.
Photo: Phuket news. –sumber