Tradisi Perang Ketupat Di Bali

Bali telah  terkenal dengan kebudayaan oleh karena  keunikan dan kekhasannya yang tumbuh dari jiwa agama Hindu. Agama Hindu  yang merupakan roh  kebudayaan dan adat  luluh menjadi satu kedalam kreativitas masyarakat Bali. Setiap aktivitas  mengandung unsur-unsur  relegi didasarkan atas suatu getaran jiwa yang disebut emosi keagamaan. Emosi keagamaan  ini menjiwai  pula sistem keyakinan yang diturunkan melalui mitologi-mitologi dan dongeng-dongeng suci yang hidup di masyarakat. Sistem  keyakinan erat kaitannya dengan ritus dan upacara yang menentukan  tata urut dari  unsur-unsur, rangkaian upacara serta peralatan yang  digunakan dalam upacara.

Salah satu upacara agama adalah  upacara Perang Ketupat merupakan salah satu  bagian dari  pelaksanaan  yadnya  sebagai dasar  pengembalian Tri Rna. Weda mengajarkan, Tuhan menciptakan alam semesta ini berdasarkan yadnya. Setiap hari  Purnama Kapat, “Upacara Perang Ketupat” yang dilaksanakan  oleh masyarakat  Desa Kapal, Kecamatan Mengwi, Badung, ini sangat semarak, sarat  dengan perlengkapan upakaranya,  upacara ini  tergolong menengah.

Perang Ketupat  yang dilakukan  masyarakat Kapal  di Pura Desa adalah merupakan bakti dan bukti umat terhadap alam dan Tuhan. Bakti adalah perwujudan dan cinta kasih yang direalisasikan dalam bentuk upacara “Perang Ketupat” yang di dukung ketulusan hati. Sebagai perwujudan cinta kasih  mereka mengorbankan segala-galanya,  dari yang terindah sampai yang termegah. Pengorbanan atau yajna di gelar dalam  prosesi “Perang Ketupat“ yang semarak, sarat dengan upacara perlengkapan.

Di zaman sekarang akibat  perkembangan ilmu dan teknologi yang pesat, masyarakat disibukkan dengan orientasi pemenuhan kebutuhan material,  sehingga pemahaman makna ritual  atau acara agama cenderung menurun, dan bahkan dianggap beban berat atau suatu kegiatan yang tanpa makna.

Zaman boleh maju, orang boleh memiliki intelektualitas tinggi namun kepribadian sebagai orang Hindu harus tetap dijaga dan dipelihara dalam  hal menjunjung nilai-nilai keluhuran ajaran agama Hindu dengan jalan menghayati dan mengamalkan ajaran bertitik tolak terhadap landasan sastra (Sastra Dresta). Perang Ketupat  sebagai salah satu  upacara Dewa Yadnya  yang mengandung  kekuatan magis, dimana kekuatan magisnya sebagai penetralisir kekuatan-kekuatan  alam.  Perang Ketupat adalah simbolis hubungan yang dilakukan  oleh Dewa Rare Angon dengan Dewi Hyang Nini  Bhogawati sebagai lambang  kemakmuran dan kesuburan.

Setiap perubahan cosmos menunjukkan suatu tanda telah terjadi ketidakseimbangan  cosmos yang disebabkan oleh  pelanggaran-pelanggaran terhadap adat dan kebiasaan. Untuk menetralisir atau menyeimbangkan hal tersebut,  upacara ritual dan persembahan  akan dilakukan yang disampaikan melalui  perantara dengan  tujuan adalah  yang Maha Kuasa dengan  wujud kenyataan. Dengan dilaksanakan  upacara ritual maupun persembahan  tersebut merupakan  perlambang akan kekuatan manusia terhadap yang Maha Kuasa sehingga kehidupan manusia penuh dengan kedamaian  dan sejahtera di dunia ini. —sumber