Tri Rena – Landasan Dasar Panca Yadnya

Dalam kehidupan di dunia ini yang menjadi dasar yang kekal adalah kebajikan, yakni menginginkan suatu hubungan yang selaras antara yang satu dengan yang lainnya. Pada dasarnya orang tidak dapat hidup menyendiri, ia tergantung satu dengan yang lainnya dan tiap-tiap orang dihidupkan oleh suatu jiwatma yang besar yaitu Paramatma. Jika Jiwatma-Jiwatma seseorang berhubungan satu dengan yang lainnya, semuanya itu tergantung pada pada satu Jiwatma yang besar, yaitu Paramatma. Kepada Paramatma itulah tiap-tiap mahluk harus menyesesuaikan dirinya.

Dalam hukum timbal-tumimbal dan saling berhubungan itu disebut dengan Yadnya. Bila kita melakukan pekerjaan dengan penuh pengorbanan, maka kita akan mengikuti hukum alam yang besar dan apabila tidak kita akan menderita. Tentang hal itu kitab suci Bhagawadgita, menyebutkan :

Yajnarthat karmano nyatra, Loko yam karmabandhanah, Tad artham karma kaunteya, Muktasanggah samacara.

Maksudnya :

Kecuali pekerjaan yang dilakukan sebagai pengorbanan (yadnya), dunia ini tetap terikat akan perbuatan. Oleh karena itu wahai Arjuna lakukanlah pekerjaanmu itu sebagai pengorbanan dan bebaskanlah dirimu dari semua ikatan.

Ada lima macam mahluk yang terikat satu sama lainnya di dunia ini, yaitu : Dewa-Dewa, Pitra-Pitra, Resi-Resi, Manusia dan mahluk-mahluk yang lain. Pengorbanan kepada ke lima bagian inilah, merupakan kewajiban kita semua. Diantara ke lima kewajiban itulah yang dilakukan sehari-hari, tiga diantaranya menimbulkan hutang budi, yang terpenting ialah :

  • Dewa Rnam, yaitu hutang budi kepada Dewa
  • Resi Rnam, yaitu hutang budi kepada para Resi
  • Pitra Rnam, yaitu hutang budi kepada Pitra

Dengan adanya konsepsi Tri Rnam, itulah menumbuhkan suatu kesadaran timbulnya Yadnya. Dari Dewa Rnam menimbulkan adanya Dewa Yadnya dan Bhuta Yadnya, dari Resi Rnam akan menimbulkan Resi Yadnya dan dari Pitra Rnam menimbulkan Pitra Yadnya dan Manusa Yadnya. Jadi dari Tri Rna, menimbulkan Panca Yadnya, yaitu : Dewa Yadnya, Bhuta Yadnya, Rsi Yadnya, Pitra Yadnya dan Manusa Yadnya.

Dewa Yadnya ialah persembahan kepada Hyang Widhi termasuk manifestasi beliau. Dalam pelaksanaannya dengan melakukan persembahan berupa upacara dan upakara, disamping itu membangun serta memelihara tempat suci seperti : Pura, Sanggah Pamerajan dan sebagainya juga merupakan pelaksanaan dari Dewa Yadnya.

Bhuta Yadnya ialah korban suci kepada Bhuta dan Kala, yaitu kekuatan-kekuatan negatif yang timbul sebagai akibat terjadinya hubungan yang tidak harmonis antara Bhuwana Agung dan Bhuwana Alit. Dalam hal ini termasuk pula korban suci untuk pemeliharaan alam, tumbuh-tumbuhan dan binatang.

Resi Yadnya ialah korban suci atau kebaktian kepada para Resi atau Pendeta. Di Bali Pendeta itu disebut dengan abhiseka : Padanda, Bhagawan, Resi, Empu, Dukuh dan sebagainya.

Pitra Yadnya ialah persembahan kepada leluhur. Terhadap leluhur yang telah meninggal dilakukan upacara keagamaan dan terhadap orang tua yang masih hidup dilakukan pemeliharaan yang sebaik-baiknya.

Manusa Yadnya ialah suatu persembahan kepada Hyang Widhi sebagai pernyataan terimakasih atas anugerah Beliau memberi hidup serta kelengkapan hidup manusia. Upacara ini dilakukan mulai janin masih dalam kandungan sampai mati. Di dalam hal ini termasuk pula upacara-upacara peningkatan kesucian diri manusia seperti : Mawinten dan Madiksa. Secara sosiologis Manusa Yadnya, termasuk memberikan bantuan kepada sesama manusia atau beryadnya kepada sesama manusia. —sumber