BALI EXPRESS, TABANAN – Siapa yang tidak tahu akan kemasyuran Mahapatih nan sakti pada masa pemerintahan Raja Bedahulu, Patih Kebo Iwa? Patih asal Blahbatuh, Gianyar itu pun sempat berkelana ke berbagai wilayah di Bali dalam masa perjuangannya untuk melindungi Bali, termasuk ke Desa Pakraman Bedha, Desa Bongan, Tabanan.
Pura Puseh Lan Bale Agung Desa Pakraman Bedha memang tak jauh berbeda dari Pura Kahyangan Tiga lainnya. Namun, ketika kita memasuki areal pura terlebih dulu kita akan disambut oleh bangunan Bale Agung yang sangat panjang. Bahkan, menurut salah satu babad, Bale Agung Bedha merupakan satu dari dua Bale Agung terbesar di Bali, yang pertama ada di Taro, Gianyar dan kedua di Bedha.
Kedua Bale Agung tersebut juga memiliki keterkaitan, karena sama-sama berhubungan dengan Patih Kebo Iwa. Di mana masyarakat mempercayai bahwa Bale Agung tersebut dulunya merupakan tempat tidur dari Patih Kebo Iwa.
Bale Agung Bedha sendiri berukuran sepanjang 26 meter dengan lebar 7 meter, namun menurut kepercayaan masyarakat, Bale Agung yang konon katanya adalah tempat tidur Patih Kebo Iwa, sebenarnya dibangun sepanjang 500 meter hingga melewati Sungai Tukad Yeh Empas yang ada di Barat Pura. Apalagi, setelah ditemukannya bekas pilar Bale Agung di Barat sungai tersebut.
“Jadi dipercayai bahwa Bale Agung ini dahulu kala itu panjangnya mencapai 500 meter melewati Tukad Yeh Empas karena ditemukan bekas sendi (pilar bangunan) di Barat sungai,” terang Prajuru Adat Bedha I Gusti Nyoman Wirata, 75 kepada Bali Express (Jawa Pos Group), Senin (17/4/2017).
Ditambahkannya, hal tersebut juga tertulis dalam Babad Kebo Iwa Purana Bali Dwipa, di mana pada zaman dahulu kala, Kebo Iwa yang merupakan anak dari Karang Buncing merupakan seorang Patih yang gagah berani dan sakti mandraguna pada saat pemerintahan Raja Bedahulu. Selain ahli dalam berperang, Patih Kebo Iwa juga dijuluki sebagai Undagi ternama selain Mpu Kuturan dan Pedanda Sakti Wawu Rauh.
“Jika Mpu Kuturan dikenal dengan undagi Kahyangan Tiga dan Pedanda Sakit Wawu Rauh undagi Padmasana, Patih Kebo Iwa ini adalah undaginya Bale Agung,” lanjutnya.
Sejak lahir, Kebo Iwa memang memiliki fisik yang sedikit berbeda, yakni tubuhnya yang besar dan kekar serta tinggi dan tidak dapat ditembus oleh senjata apa pun. Sangat cocok menjadi Patih.
Kesaktian Patih Kebo Iwa yang digunakan untuk melindungi Bali itu pun nyaris tak bisa dikalahkan oleh Patih Gajah Mada dari Majapahit yang ingin membuat Bali tunduk sebagai wujud Sumpah Palapanya. “Karena Gajahmada tidak bisa menundukkan Kebo Iwa, maka Majapahit mulai melakukan serangan pada abad ke 13,” ungkap Wirata.
Sebagai seorang patih, Kebo Iwa kemudian berangkat ke Selatan dengan membawa sekitar 800 pasukan untuk menghalau serangan Majapahit, sehingga tibalah Kebo Iwa di wilayah Desa Pakraman Bedha. “Tetapi saat itu belum bernama Desa Pakraman Bedha,” sambungnya.
Dengan mengerahkan seluruh kekuatannya, Kebo Iwa dan pasukannya pun membangun benteng-benteng pertahanan yang disebut Bedog, yang digadang-gadang menjadi asal mula nama Desa Pakraman Bedha. Selain benteng, Kebo Iwa juga membuat tempat peristirahatan. “Tempat peristirahatan inilah yang menjadi Bale Agung Desa Pakraman Bedha,” tegasnya.
Dijelaskan oleh Wirata, pembuatan Bale Agung tersebut oleh Kebo Iwa menggunakan kayu-kayu yang terdampar di pesisir pantai Selatan Tabanan. “Saat itu ada banjir dan badai besar, jadi kayu-kayu besar dari Jembrana hanyut dan terdampar di pesisir pantai Selatan. Itulah yang digunakan untuk membangun tempat peristirahatan Kebo Iwa bersama 800 pasukannya,” tandasnya.
(bx/ras/yes/JPR) –sumber