LUKA YANG BERCAHAYA

Alam samsara ini penuh dengan jiwa yang luka. Jangankan di dunia para ksatria (politisi, polisi, tentara), bahkan di dunia para Brahmana (penekun spiritual mendalam) pun banyak luka jiwa. Ada saja kejadian yang membuat jiwa jadi luka. Dan diantara berbagai alasan yang tersedia, pikiran yang sempit dan picik adalah faktor yang sangat dominan dalam hal ini.

Pikiran yang sempit dan piciklah yang membuat luka jiwa hampir selalu diikuti oleh kegelapan. Kemarahan, dendam, permusuhan, kebencian, kekerasan, perang adalah sebagian bentuk kegelapan yang mengikuti luka jiwa. Sebagian kegelapan itu bahkan diteruskan secara turun temurun selama ribuan tahun.

Dan salah satu tugas terpenting praktik spiritual mendalam adalah memotong mata rantai kegelapan yang sudah diwariskan selama ribuan tahun. Meditasi, yoga, doa adalah sebagian cara yang tersedia dalam hal ini. Manakala praktik spiritual seseorang sudah demikian mendalam, maka luka tidak lagi diikuti oleh derita. Sebaliknya, luka akan diikuti oleh Cahaya.

Di dunia spiritual mendalam ada pesan tua yang berbunyi seperti ini: “luka jiwa adalah jendela dari mana sang Cahaya akan masuk menerangi”. Namun bagi roh-roh tua yang lahir ke bumi untuk berbagi Cahaya, pesannya terbalik: “luka jiwa adalah jendela dari mana sang Cahaya akan memancar ke luar secara semakin terang”. Seperti kain yang membersihkan bohlam lampu yang kotor karena diselimuti debu. Kehadiran luka jiwa membersihkan banyak debu, kemudian membuat sang Cahaya memancar jauh lebih terang.

Bagi roh tua jenis ini, berikut adalah serangkaian doa sekaligus praktik spiritual keseharian yang dibadankan selama berpuluh-puluh tahun.

1. Di alam samsara ini, kekuatan yang bisa mendorong perjalanan jiwa agar bergerak naik adalah semua mahluk. Terutama mereka yang suka mencaci dan melukai.

2. Oleh karena itu, kapan saja berjumpa apa saja dan siapa saja, selalu letakkan diri agar lebih rendah, lebih rendah, lebih rendah dibandingkan apa pun dan siapa pun.

3. Selalu jaga pikiran agar jauh dari penghakiman, jauh dari kecenderungan merasa lebih tinggi. Kapan saja ada energi dalam pikiran yang mau menyakiti, cepat tangkap seperti nelayan menangkap ikan.

4. Kapan saja ada orang yang datang dengan kemarahan dan dendam, tidak bisa melihat kelebihan tapi hanya melihat kekurangan, letakkan mereka sebagai Guru suci yang sangat tinggi.

5. Di setiap kesempatan, belajar mengambil kekalahan sebagai berkah indah. Ia mirip dengan piala dalam pertandingan sepak bola.

6. Manakala orang yang pernah disayangi dan dicintai kemudian melukai, letakkan kemarahan mereka sebagai tirtha tersuci dari langit yang pernah dipercikkan.

7. Secara diam-diam ambil sebagian penderitaan di alam ini. Kemudian selalu bagikan Cahaya kegembiraan pada semua mahluk yang dijumpai.

8. Kendati demikian, yakini kalau semuanya sedang berputar di lingkaran kesempurnaan yang sama. Nyamuk dimakan kodok, kodok dimakan ular, ular dimakan burung elang, bangkai burung elang dimakan nyamuk. Pada akhirnya, tangan yang memberi dan tangan yang menerima adalah sepasang tangan yang sama.

Siapa saja yang bisa membadankan langkah-langkah ini dalam keseharian, suatu hari akan mengalami, luka jiwa adalah awal dari mana sang Cahaya akan memancar semakin terang dan semakin terang.

Penulisa: Guru Gede Prama.

Photo Courtesy: Twitter @natalycriz.

|sumber