Segehan Agung adalah sěgěhan yang beralaskan nyiru yang berisi nasi, bawang merah, jahe, garam, dan uang (Kamiartha, 1992: 58). Biasanya, sěgěhan agung dilengkapi dengan kelapa dan telur itik mentah.
Segehan tersebut dibuat di atas alas nyiru yang berisi beras. Di tengahnya diberi tempat sebagai alas kelapa yang di sampingnya susun sebuah kemiri, telor, pangi ‘keluek’, gagantusan, peselan. Di luarnya diisi nasi 11 porsi yang disusun berdasarkan mata angin (Sudarsana, 2001: 83).
Sěgěhan tersebut juga dilengkapi canang gantal, dan canang rebong. Seusai dipersembahkan beras serta perlengkapannya ditaburkan ke empat penjuru, yaitu Timur, Selatan, Barat, dan Utara (Swarsi, 2003: 79).
Makna yang terkandung dalam wujud ritual sěgěhan agung adalah sebagai berikut.
- Kata agung dalam hal ini bukan berarti ‘besar’, tetapi ‘menyeluruh’.
- Maksudnya, sěgěhan agung bukanlah berarti sěgěhan besar seperti pemahaman masyarakat Hindu pada umumnya, melainkan sěgěhan yang ditujukan kepada seluruh bhuta kala dan pengikut-Nya.
Hal itu tercermin dari nasi 11 porsi yang ditaruh berdasarkan mata angin dan beras serta perlengkapan yang ditaburkan ke empat penjuru mata angin. Nasi yang ditaruh disetiap arah mata angin itu mengandung makna bahwa sěgěhan itu ditujukan kepada suluruh bhuta kala yang ada di sěgala penjuru mata angin. Penaburan beras dan perlengkapan yang lain mengandung makna sebagai pemberian kepada seluruh bhuta kala yang menempati keempat penjuru yang mungkin tidak dapat hadir saat ritual dilaksanakan.
Segehan Agung ini juga menurut dokumen yang ada di forum diskusi jaringan hindu nusantara, persembahan sehari-hari yang dihaturkan kepada Kala Buchara / Buchari (Bhuta Kala) supaya tidak mengganggu. Penyajiannya diletakkan di bawah / sudut – sudut natar Merajan / sanggah / Pura atau di halaman rumah dan di gerbang masuk bahkan ke perempatan jalan.
Fungsi segehan agung ini juga sebagai caru yaitu untuk memohon kehadapan Hyang Widhi agar terbina keharmonisan hidup, seluruh umat manusia terhindar dari segala godaan sekala niskala, terutama terhindar dari gangguan para bhuta-kala (Kala Bhucara-Bhucari). —sumber