Sahabat sejati adalah keluarga sangat dekat yang dipilih oleh hati kita sendiri, demikian salah satu warisan tua sekaligus sakral dari atap bumi Tibet. Sementara keluarga biologi (orang tua, kakak, adik, paman, tante) diperoleh tanpa bisa memilih, tapi sahabat sejati secara alami dipilih melalui proses seleksi waktu yang panjang oleh sang hati.
Lebih-lebih di tengah naik pesatnya angka perceraian di mana-mana, semakin sempitnya makna keluarga menjadi suami, istri dan anak-anak saja, semakin sedikitnya manusia yang punya simpati dan empati pada orang lain, maka kehadiran sahabat sejati semakin diperlukan. Tanpa kehadiran sahabat sejati di usia tua khususnya, kehidupan akan mirip taman kering dan gersang.
Oleh karena itulah, penting sekali seawal mungkin membuka mata kepekaan untuk melihat orang-orang sekitar yang berpotensi untuk diajak bertumbuh menjadi sahabat sejati. Saat-saat emas yang sering membantu dalam hal ini adalah putaran waktu tatkala kehidupan meluncur ke jurang berbahaya yang penuh kekurangan dan keterbatasan.
Untuk lebih konkritnya, perhatikan segelintir orang dekat yang masih datang membawa senyuman tatkala keadaan keuangan sudah sangat pas-pasan, pujian orang sudah mulai menghilang, lebih-lebih jika ditambah dengan badan yang mulai sakit-sakitan. Dengan asumsi seseorang memiliki benih hati yang indah (sedikit menyakiti, banyak menyayangi), akan selalu tersisa sekurang-kurangnya seorang manusia yang masih datang membawa senyuman tatkala jiwa sudah masuk jurang.
Manusia jenis inilah yang sebaiknya dirawat seindah mungkin. Setidak-tidaknya dirawat dengan tatapan mata yang penuh rasa terimakasih, telinga yang bahagia dengan cara mendengarkan, bibir yang selalu berhiaskan senyuman, hati yang selalu memancarkan kasih sayang.
Setiap kali berjumpa sahabat-sahabat jenis ini, selalu tanyakan ke dalam diri: “Bagaimana caranya agar saya bisa membuat orang ini tersenyum?”. Tidak saja canda dan tawa yang bisa membuat orang lain tersenyum, tapi bahasa tubuh yang hangat dan bersahabat, sikap yang indah bisa membuat orang lain tersenyum bahkan secara jauh lebih dalam.
Attention is the active partner of action, itu bunyi pesan tua di dunia spiritual. Maknanya, fokus perhatian Anda juga ikut mencipta. Lebih-lebih jika fokus perhatian Anda searah dengan tindakan, daya ciptanya akan sangat mengagumkan. Untuk itu, bersamaan dengan mengembangkan sikap yang indah, selalu lihat sisi-sisi indah dari sahabat Anda.
Sebagai bahan renungan, seperti taman yang berpotensi menghasilkan bunga indah, setiap orang memiliki sisi-sisi indah. Tugasnya kemudian, temukan sisi-sisi indah ini. Ia bisa masa lalu yang sangat mereka banggakan. Bisa juga orang tua yang sangat ia cintai. Atau kemandiriannya yang sudah tumbuh sejak umur yang sangat muda. Setiap kali berdialog, ingatkan sahabat Anda akan benih-benih indah ini.
Kapan saja ada waktu bersama, usahakan secara bergantian untuk saling menyirami dengan cara saling mendengarkan. Pada waktu mereka melakukan kesalahan, memaafkan adalah parasut spiritual yang sangat menyelamatkan. Di saat sahabat Anda mengalami kesialan dan kemalangan, ia menjadi waktu-waktu emas untuk saling merawat dan saling menyirami.
Di puncak semuanya, hanya ia yang sudah menemukan sahabat sejati di dalam yang mungkin menemukan sahabat sejati di luar. Untuk itu, bersamaan dengan mengembangkan sahabat sejati di luar, ingat juga bersahabat dengan hidup Anda apa adanya. Setiap kali pergi ke cermin, tatap mata orang di cermin dengan penuh penerimaan. Dekap setiap luka jiwa yang ada di sana, kemudian lafalkan mantra ini: “Saya menerimamu apa adanya”. Jika diberkahi, pada waktunya Anda akan menemukan sahabat sejati. Keluarga sangat dekat baik dalam duka maupun suka.
Penulis: Guruji Gede Prama.
Photo: Twitter @Ramblingsloa.