Menurut mitologi, meru disebutkan merupakan nama sebuah gunung di Sorgaloka (“swah loka”; Tri Loka) tempat bersemayamnya Bhatara Siwa.
Dalam lontar Andha Bhuwana, meru disebutkan berasal dari kata:
- me yang berarti ’meme atau ibu’, sedangkan
- ru berarti ’guru atau bapak’ (dalam catur guru);
Sehingga meru memiliki arti ’cikal bakal dari “ibu bapak” sebagai leluhur’.
Meru berarti lambang atau simbol andha bhuwana atau alam semesta. ”Tingkatan atapnya merupakan simbol tingkatan lapisan alam, yaitu bhuwana agung (makrokosmos) dan bhuwana alit (mikrokosmos)”.
Meru yang mempunyai makna simbolis dari gunung yang juga diuraikan dalam lontar Tantu Pagelaran, Kekawin Dharma Sunia, dan Usana Bali.
Hampir semua pura besar di Bali, seperti Pura Besakih dan Pura Batur, memiliki bangunan meru dengan ciri atap bertingkat-tingkat menyerupai gunung. Bentuk meru juga terlihat pada upacara-upacara ngaben sebagai wadah mayat pada upacara pitra yadnya.
Dan Umumnya Pelinggih Pura Puseh disebutkan menggunakan Meru yang dibangun sebagai tempat suci pemujaan Batara Wisnu, yang dalam siwa buddha dijelaskan Mpu Kuturan dalam pengembangan konsep pura kahyangan tiga di Bali peninggalannya berupa Meru, yang dalam Stiti Dharma Online, meru disebutkan dengan atap bertumpang 3 (tiga) diperkenalkan Mpu Kuturan di Bali untuk pertama kali. Namun sejak kedatangan Danghyang Nirartha pada abad ke-14, jumlah tumpang atap meru berkembang menjadi : 1, 3, 5, 7, 9, dan 11 (Meru Tumpang 11 Sebelas). Ada juga meru yang beratap tumpang 2 (dua).
Dalam desain arsitektur meru, disebutkan pula :
- Tingkatan-tingkatan atap meru merupakan simbolisasi penyatuan dasa aksara (aksara suci sa, ba, ta, a, i, na, ma, si, wa, ya) sebagai urip (jiwa) dari meru atau alam semesta. Sepuluh huruf suci ini merupakan urip bhuana yang letaknya di 10 penjuru alam semesta termasuk di tengah.
- Ke-10 huruf itu adalah huruf suci sa (letaknya di timur, dewanya Iswara dan warnanya putih), ba (selatan, Brahma, merah), ta (barat, Mahadewa, kuning) a (utara, Wisnu, hitam), i (tengah, Ciwa, campuran atau panca warna), na (tenggara, Mahesora, merah muda atau dadu), ma (barat daya, Rudra, jingga), si (barat laut, Sangkara, hijau), wa (timur laut, Sambu, biru) dan ya (tengah atas, Ciwa, panca warna).
- Meru beratap 11, lambang dari 11 huruf suci — 10 huruf suci (sa, ba, ta, a, i, na, ma, si, wa, ya) + huruf suci Omkara sebagai lambang Eka Dasa Dewata.
- Meru beratap 9, lambang 8 huruf di seluruh penjuru (sa, ba, ta, a, na, ma, si, wa) + satu huruf Omkara di tengah, 9 huruf itu lambang Dewata Nawa Sanga.
- Meru beratap 7, lambang 4 huruf (sa, ba, ta, a) + 3 huruf di tengah (i, Omkara, ya). Ini lambang Sapta Dewata/Sapta Rsi.
- Meru beratap 5, simbolis dari 5 huruf (sa, ba, ta, a) + satu huruf Omkara di tengah. Ini lambang Panca Dewata.
- Meru beratap 3, simbolis dari 3 huruf di tengah (i, Omkara, ya), merupakan lambang Tri Purusa yaitu Parama Siwa, Sada Siwa dan Siwa.
- Meru beratap 2, simbolis dari dua huruf di tengah (i, ya) adalah lambang dari Purusa dan Pradhana (Ibu-Bapak).
- Meru beratap satu (1), simbolis dari penunggalan ke-10 huruf suci itu yaitu “Om” atau Omkara sebagai perlambang Sang Hyang Tunggal (Sanghyang Widi Wasa atau Tuhan Yang Maha Esa).
- Dunia ini dengan semua lapisannya berdimensi ganda.
- Bisa membawa manusia menuju surga dan bisa juga sebagai sarana mengantarkan menuju neraka.
- Kalau hukum alam dan hukum manusia (Rta dan Dharma) ditegakkan di setiap lapisan bumi ini;
- Maka manusia pun dapat mencapai Satya Loka seperti dilukiskan tumpang meru yang teratas tersebut.